Bisnis.com, JAKARTA — PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) berencana menerbitkan obligasi senilai Rp3,34 triliun.
Anak usaha Grup Djarum itu rencananya akan menerbitkan Obligasi Berkelanjutan II Protelindo Tahap II Tahun 2021 sebesar Rp3,34 triliun. Perseroan akan menerbitkannya dalam tiga seri yaitu Obligasi Seri A, Seri B dan Seri C yang masing-masing ditawarkan sebesar 100 persen.
Seri A menawarkan obligasi sebesar Rp1,01 triliun dengan tingkat bunga tetap sebesar 3,60 persen per tahun. Jangka waktu Obligasi Seri A adalah 370 (tiga ratus tujuh puluh) hari kalender terhitung sejak Tanggal Emisi. Pembayaran Obligasi dilakukan secara penuh pada saat tanggal jatuh tempo.
Seri B menawarkan obligasi sebesar Rp1,59 triliun dengan tingkat bunga tetap sebesar 5,30 persen per tahun. Jangka waktu Obligasi Seri B adalah 3 tahun terhitung sejak emisi.
Seri C menawarkan efek sebesar Rp744 miliar dengan tingkat bunga tetap sebesar 6,10 persen per tahun. Jangka waktu Obligasi Seri C adalah 5 tahun terhitung sejak terbit.
Lembaga pemeringkat Fitch Ratings menyematkan status AAA bagi surat utang Protelindo. Selain itu, pembayaran bunga obligasi pertama masing-masing seri akan dilakukan pada tanggal 19 Februari 2022 sedangkan pembayaran Bunga Obligasi terakhir sekaligus jatuh tempo Obligasi adalah pada tanggal 29 November 2022 untuk Seri A, tanggal 19 November 2024 untuk Seri B dan tanggal 19 November 2026 untuk Seri C yang juga merupakan Tanggal Pelunasan dari masing-masing Seri Pokok Obligasi.
Baca Juga
Dana yang diperoleh dari hasil Penawaran Umum Berkelanjutan Obligasi Berkelanjutan II Protelindo Tahap II tahun 2021 ini, setelah dikurangi biaya-biaya emisi seluruhnya akan dipergunakan hanya untuk pelunasan utang Perseroan.
Sementara itu, Berdasarkan laporan Fitch pada Selasa (2/11/2021), obligasi tersebut diperingkat sama dengan Peringkat Nasional Jangka Panjang Protelindo karena utang tersebut merupakan kewajiban senior tanpa jaminan dari perusahaan. Perusahaan menara tersebut akan menggunakan dana yang terhimpun dari penerbitan ini untuk membiayai kembali utang yang telah ada saat ini.
Fitch meyakini bahwa akuisisi yang didanai utang oleh Protelindo pada Oktober 2021 atas 94.03 persen dari operator menara independen terbesar ketiga di Indonesia, PT Solusi Tunas Pratama Tbk (STP), akan meningkatkan funds from operations (FFO) net leveragenya secara sementara.
“Kami memproyeksikan FFO net leverage proforma 2021 Protelindo akan melemah ke 5,0x-5,3x, serupa dengan leverage perusahaan menara terbesar kedua di Indonesia PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) pada 5,0x-5,5x,” demikian kutipan laporan tersebut, dikutip Kamis (4/11/2021).
Manajemen meyakini bahwa akuisisi yang didanai utang atas STP tidak akan mengubah disiplin keuangan dan rekam jejak perusahaan untuk menjaga leveragenya lebih rendah secara signifikan daripada leverage perusahaan menara global lainnya.
Perusahaan secara historis telah membuktikan kebijakan keuangan yang konservatif dalam hal pengembalian pemegang saham dan merger dan akuisisi (M&A) yang didanai utang.
Protelindo akan meningkatkan skalanya setelah akuisisi menjadi sekitar 28.000 menara dan 52.000 sewa, dan pangsa pasarnya pada sektor menara Indonesia menjadi sekitar 30 persen dari 24 persen. Hal ini dapat memberikan daya tawar yang lebih baik dengan perusahaan telekomunikasi.
Meski demikian, hal ini akan diimbangi oleh sekitar 39 persen porsi pendapatan terhadap perusahaan yang akan dihasilkan dari merger yang direncanakan antara PT Indosat Tbk (ISAT) dan PT Hutchison 3 Indonesia (Hutch), yang akan memiliki profil kredit satu hingga dua posisi lebih lemah daripada Protelindo.
Selain itu, Fitch meyakini diversifikasi pendapatan akan terus membaik karena bisnis non-menara seperti very small aperture terminal, metropolitan wireless fibre optic, dan fiberisasi menara akan bertumbuh sekitar 15 persen hingga 20 persen pada 2021-2022 dan berkontribusi sekitar 20 persen terhadap pendapatan tahun 2021.