Bisnis.com, JAKARTA - PT Unilever Indonesia Tbk. membukukan pendapatan senilai Rp30,03 triliun atau turun 7,47% dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai Rp32,46 triliun (year-on-year/ YoY). Berdasarkan segmentasinya,penjualan makanan dan minuman mengalami kenaikan 6,20% YoY menjadi Rp9,48 triliun dari sebelumnya Rp8,93 triliun.
Namun, penjualan kebutuhan rumah tangga dan perawatan tubuh masih terkontraksi 12,94% menjadi Rp19,23 triliun dari sebelumnya Rp22,09 triliun. Dengan begitu, laba eminten berkode UNVR itu pun tercatat mencapai Rp4,37 triliun pada akhir September 2021, atau turun 19,48% jika dibandingkan Rp5,43 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Penurunan penjualan dan laba Unilever ini berada di bawah perkiraan para analis pasar modal. Hal itu pun menimbulkan pertanyaan terkait kelayakan emiten ini untuk dikoleksi investor, menimbang akhir-akhir ini sahamnya sempat menguat.
Adapun pada penutupan perdagangan Rabu (27/10), saham UNVR terkoreksi 100 poin atau 2,16% ke level Rp4.540 per saham. Saham UNVR tercatat telah terkoreksi 38,23% sejak awal tahun. UNVR memiliki kapitalisasi pasar senilai Rp173,2 triliun, dengan price to earning ratio (PER) 29,67 kali.
Berita mengenai kinerja saham UNVR dan kelayakan sahamnya untuk dikoleksi menjadi salah satu berita pilihan editor Bisnisindonesia.id. Selain berita dari sektor finansial, redaksi Bisnisindonesia.id juga menyajikan beragam berita ekonomi dan bisnis yang dikemas secara mendalam dan analitik.
Berikut intisari dari setiap berita pilihan:
1. Euforia Pasar Modal Naik Terus, Bagaimana Prospek Tahun Depan?
Tahun 2021 menjadi tahun gemilang pasar modal Indonesia. Pasalnya, beragam rekor baru terpecahkan di tahun ini.Salah satu rekor baru yaitu jumlah penggalangan dana penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) saham.
Hingga 16 September 2021, dana yang terkumpul dari aksi korporasi tersebut mencapai Rp32,14 triliun. Total dana itu berasal dari 38 perusahaan yang baru tercatat tahun ini.
Meski begitu, Bursa Efek Indonesia (BEI) tidak jumawa memasang target tinggi pada 2022. BEI menargetkan pencatatan efek baru di tahun 2022 sebanyak 68 efek yang terdiri dari pencatatan saham, obligasi korporasi baru, dan pencatatan efek lainnya meliputi exchange traded fund (ETF), dana investasi real estate (DIRE), serta efek beragun aset (EBA).
Sepanjang tahun berjalan 2021, BEI sudah kehadiran 39 perusahaan tercatat baru. Teranyar, PT Ace Oldfields Tbk. (KUAS), resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin (25/10/2021).
Dari sisi jumlah investor, BEI menargetkan pertumbuhannya pada tahun depan mencapai 30%. Direktur Pengembangan BEI, Hasan Fawzi, mengatakan besarannya tergantung dari jumlah investor pada akhir tahun nanti. “Target [pertumbuhan investor] tahun depan kurang lebih sama dengan tahun ini sebesar 30 persen dari posisi akhir 2021,” katanya.
Hasan mengatakan jumlah investor di pasar modal saat ini mencapai 6,6 juta atau naik 69% dibandingkan dengan akhir 2020 sebesar 3,8 juta. Sedangkan jumlah peningkatan investor saham mencapai 81% tahun ini. “Pertumbuhan sekitar 10 persen per bulan. Kami harap angka ini tetap stabil setiap bulan,” ungkapnya.
2. Kinerja UNVR Terus Melemah, Penguatan Saham Dalam Tanda Tanya
Emiten konsumer, PT Unilever Indonesia Tbk., masih melanjutkan tren pelemahan kinerja hingga periode 9 bulan tahun ini. Presiden Direktur Unilever Indonesia Ira Noviarti menyampaikan periode kuartal III/2021 masih menantang sebab gelombang II kasus Covid-19 mengakibatkan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di berbagai wilayah di Indonesia.
Selain tantangan dari sisi pandemi, Ira juga menyampaikan kenaikan harga komoditas yang terus berlanjut turut memengaruhi biaya produksi perseroan. “Berbagai tantangan tersebut memengaruhi konsumen dalam pemilihan pola konsumsi di berbagai kategori, dan memengaruhi tingkat pertumbuhan perseroan,” tulis Ira dalam siaran pers, Kamis (21/10).
Lebih lanjut, kenaikan biaya produk yang disebabkan oleh kenaikan harga komoditas tak dapat langsung dibarengi dengan kenaikan harga jual produk Unilever. Itu karena mempertimbangkan daya beli masyarakat yang masih rendah selama pandemi.
Di sisi lain, penurunan penjualan dan laba Unilever ini berada di bawah ekspektasi para analis pasar modal. Analis Mirae Asset Sekuritas, Mimi Halimin, dalam risetnya mengatakan pencapaian laba bersih Unilever di 9 bulan pertama 2021 berada di bawah estimasi laba bersih tahun penuh 2021 Mirae Sekuritas dan konsensus.
"Divisi Home and Personal Care (HPC) masih menghadapi masa sulit selama kuartal ini, dengan penjualan yang turun 14,6% yoy," kata Mimi dalam risetnya, dikutip Rabu (27/10).
Mirae Sekuritas pun merekomendasikan jual saham UNVR, dengan target price (TP) pada Rp4.300. Sementara itu, Analis BRI Danareksa Sekuritas, Natalia Sutanto, mengatakan penjualan ekspor dan pasar domestik perseroan mengalami penurunan sebesar 8,5% YoY dan 7,4% YoY.
Penjualan pasar domestik berkontribusi 96% terhadap total pendapatan perseroan hingga September 2021. "Tekanan pada penjualan dan margin membuat pendapatan UNVR hingga September lebih rendah," ujar Natalia dalam risetnya.
Berbeda dengan Mirae Asset Sekuritas, BRI Danareksa Sekuritas merekomendasikan untuk hold saham UNVR dengan target price Rp4.500. Dalam pandangan BRI Danareksa Sekuritas, produk HPC UNVR yang ditawarkan pada harga premium dibanding pesaingnya, mencegah perusahaan menunjukkan pemulihan yang kuat di kuartal III/2021.
"Di sisi lain, pemulihan pendapatan F&R dengan margin yang lebih tinggi, mengurangi kontraksi margin," ujarnya.
3. Pembangkit Listrik Tenaga Surya Memancar ke Mana-mana
Pengembangan energi baru terbarukan yang memanfaatkan tenaga surya tergolong paling cepat dibandingkan dengan sumber energi lainnya. Pembangkit listrik tenaga listrik tenaga surya tersebut adalah PLTS atap maupun nonatap.
Teknologinya yang relatif mudah diimplementasikan di segala area, biaya instalasi terus menurun, dan kian ekonomis menjadi faktor utama mengapa PLTS—terutama PLTS atap—cepat berkembang. Kementerian Perhubungan, misalnya, sedang mengkaji pemanfaatan dan pemilihan tenaga surya untuk menunjang operasi bandara berkolaborasi dengan Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan ITB (LPIK ITB).
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Transportasi Udara, Novyanto Widadi, mengatakan bahwa bandara menjadi salah satu objek dengan konsumsi energi yang cukup besar sehingga apabila dilakukan efisiensi energi sedikit saja, hasil yang didapatkan akan cukup signifikan.
"Saat ini pembangkitan dan penggunaan energi di Indonesia masih didominasi oleh bahan bakar fosil, yang menghasilkan produk sampingan berupa gas rumah kaca seperti karbon dioksida," katanya, Rabu (27/10/2021).
4. Gandrung Investasi Data Center, Katalis Rapor Hijau PMA & PMDN
Semarak pembangunan infrastruktur pangkalan data di Indonesia mulai membuahkan hasil positif bagi industri telekomunikasi. Hal itu terefleksi dalam data realisasi investasi nasional pada kuartal III/2021.
Pada periode tersebut, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)/Kementerian Investasi mencatat sektor transportasi, gudang, dan telekomunikasi menjadi kontributor terbesar kedua dalam realisasi penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN). Investasi sektor tersebut pada kuartal III/2021 mencapai Rp26,6 triliun alias melonjak 12,3% secara year on year (YoY).
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, mengatakan dari sektor tersebut, pendorong utamanya adalah subsektor telekomunikasi yang sedang keranjingan mengeksekusi pembangunan pangkalan data (data center). “Lebih banyak [investasi] di telekomunikasi karena kita sedang membangun data center dan beberapa infrastruktur telekomunikasi," kata Bahlil dalam konferensi pers, Rabu (27/10/2021).
Dia melanjutkan tren positif investasi di industri telekomunikasi tersebut merupakan bentuk implementasi kebijakan pemerintah untuk mendorong daerah-daerah terpencil tersentuh akses telekomunikasi. Sementara itu, sektor yang menjadi juara realisasi investasi pada kuartal ketiga tahun yakni perumahan, kawasan industri, dan perkantoran sebesar Rp28,1 triliun, tumbuh 13,0% secara YoY.
Adapun posisi ketiga ditempati industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya senilai Rp25,1 triliun atau naik 11% secara YoY. "Investasi ini berarti tidak hanya mendorong yang sifatnya padat karya, tetapi mendorong sektor-sektor industri. Mudah-mudahan ke depan deindustrialisasi bisa kita atasi dengan industri membangun hilirisasi," lanjutnya.
Selanjutnya, posisi keempat ditempati sektor pertambangan senilai Rp21,0 triliun, tumbuh 9,7% YoY, dan kelima investasi jenis lainnya senilai Rp19,4 triliun, atau naik 8,9% YoY. Secara keseluruhan realisasi investasi pada kuartal III/2021 telah mencapai Rp216,7 triliun, tumbuh 3,7% secara YoY, tetapi terkontraksi 2,8% secara quarter on quarter (QtQ).
Ilustrasi pangkalan data atau data center/freepik
5. Mengatasi Kerikil di Jalur Ekspor Gesits Ke Senegal
PT Wika Industri Manufaktur (WIMA) harus melewati sejumlah kerikil dalam upaya memperluas pasar ekspor motor listrik Gesits. Salah satunya terkait aturan baru di Senegal.
Direktur Utama PT Wika Industri Manufaktur (WIMA), M. Samyarto, mengatakan permintaan Gesits di Senegal sebenarnya telah mencatatkan angka 200 unit. Akan tetapi, permintaan itu tak semuanya bisa dipenuhi.
"Sebenarnya Senegal itu sudah ada demand 200 unit," kata Samyarto pada Rabu (27/10/2021).
WIMA tidak bisa serta merta langsung memenuhi permintaan tersebut lantaran Senegal menerapkan sistem completely knock down (CKD) atau perakitan di dalam negeri.
Untuk itu, akan ada tim yang dikirim ke negara Afrika Barat tersebut untuk melakukan perakitan. "Cuma kami kemarin baru mengirim 32 unit karena kami akan coba juga di sana, karena kan sistemnya juga di sana CKD, jadi kami akan kirim orang di sana untuk assembling juga. Jadi bertahap," kata dia.
Samyarto mengatakan akan terus berupaya memperluas pemasaran Gesits, tidak hanya di Senegal, tetapi juga di berbagai negara lainnya. Dia menyebut sudah ada sejumlah negara yang melakukan komunikasi untuk memboyong motor listrik produksi PT WIMA tersebut, antara lain Mesir, Aljazair, dan Australia.