Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Saham Blue Chip Loyo, Instrumen ETF Ikut Tertekan

Kinerja saham-saham blue chip akan berimbas langsung pada ETF yang berbasis indeks seperti IDX30, LQ45, MSCI Indonesia, dan FTSE Indonesia.
Karyawan berada di dekat monito pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (30/1). Bisnis/Nurul Hidayat
Karyawan berada di dekat monito pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (30/1). Bisnis/Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA – Lesunya saham-saham berkapitalisasi pasar besar atau blue chip menjadi salah satu faktor utama dibalik tertekannya kinerja reksa dana Exchange Traded Funds (ETF).

Direktur Utama Pinnacle Persada Investama Guntur Putra menyebutkan, secara year to date (ytd) hampir semua ETF yang ada di Indonesia masih mencatatkan kinerja negatif pada tahun ini. Hal ini tidak hanya terjadi pada ETF, tetapi termasuk juga reksa dana berbasis indeks.

Ia menjelaskan, salah satu faktor tertekannya reksa dana ETF adalah sebagaian besar aset dasar instrumen ini merupakan saham saham blue chip.

“Di sisi lain, kinerja kinerja saham-saham blue chip di IHSG mengalami penurunan yang disebabkan dari banyak hal juga seperti pandemi, isu tapering, dan lainnya,” jelas Guntur saat dihubungi Bisnis, Selasa (21/9/2021).

Ia melanjutkan, kinerja saham-saham blue chip akan berimbas langsung pada ETF yang berbasis indeks seperti IDX30, LQ45, MSCI Indonesia, FTSE Indonesia, dan lain lain. ETF tersebut memiliki aset dasar yang mayoritas merupakan saham blue chip.

Guntur mengatakan, penurunan kinerja pada saham blue chip juga merupakan bagian dari siklus. Menurutnya, ada beberapa periode tertentu dimana saham-saham tersebut akan mengalami penurunan kinerja bila dibandingkan dengan saham lapis kedua atau ketiga.

Sementara itu, Direktur Panin Asset Management Rudiyanto menjelaskan, kinerja ETF umumnya akan mengikuti indeks acuan yang kebanyakan berjenis saham.

Ia memaparkan, seiring dengan harga saham yang tertekan, maka Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan mengalami koreksi. Sentimen tersebut turut berimbas pada tertekannya kinerja ETF.

Menurutnya, kinerja ETF sejauh ini masih terkoreksi seiring dengan kemunculan isu tapering off yang akan dilakukan oleh The Fed. Hal ini akan membuat investor lebih melirik negara-negara maju ketimbang emerging market untuk menaruh dananya pada aset berisiko.

“Di dalam negeri, saat ini juga ada rencana right issue dari BBRI di harga Rp3.400. Hal ini akan membuat harga saham tertahan sementara,” jelasnya saat dihubungi Bisnis pada Selasa (21/9/2021).

Meski demikian, Rudiyanto meyakini peluang perbaikan kinerja ETF masih sangat terbuka hingga akhir tahun. Hal ini seiring dengan proyeksi perbaikan IHSG yang menurut Rudiyanto akan berada di kisaran 6.700 pada akhir 2021.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper