Bisnis.com, JAKARTA - Saham PT Pan Brothers Tbk. (PBRX) keluar dari daftar pemantauan efek bersifat khusus PT Bursa Efek Indonesia pada Rabu (28/7/2021).
Pada Selasa (27/7/2021), BEI mengumumkan melakukan pencabutan efek bersifat ekuitas PBRX dari pemantauan khusus. Perubahan ini berlaku efektif pada 28 Juli 2021.
"Sebelumnya, PBRX masuk ke dalam kriteria poin 8 efek pemantauan khusus," papar BEI dalam pengumumannya.
Adapun, kriteria poin 8 ialah dalam kondisi dimohonkan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) atau dimohonkan pailit. Artinya, PBRX sudah tidak dalam kondisi seperti diajukan PKPU atau pailit.
Pada 26 Juli 2021, PT Pan Brothers Tbk telah menghadiri sidang lanjutan atas Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh PT Bank Maybank Indonesia Tbk (Maybank Indonesia) dengan agenda Pembacaan Putusan.
Ketua Majelis Hakim Saifudin Zuhri membacakan putusan dengan amar yang menolak Permohonan PKPU yang diajukan Pemohon untuk seluruhnya.
Baca Juga
Majelis Hakim menolak memeriksa perkara guna menghindari tumpang tindih 2 yurisdiksi hukum penyelesaian perkara. Pada 28 Juni 2021 yang lalu, Perseroan dan Anak Perusahaannya mendapatkan moratorium dari Pengadilan Tinggi Singapura hingga 28 Desember 2021.
"Berdasarkan hasil putusan PKPU di Indonesia dan Moratorium di Singapura, maka seluruh kreditur Perseroan tidak memiliki Legal Standing untuk mengajukan PKPU ataupun tindakan hukum lain dan tunduk terhadap Putusan Moratorium Singapura hingga tanggal yang telah ditetapkan," jelas Iswardeni, Corporate Secretary Pan Brothers, Selasa (27/7/2021).
Sebelumnya, BEI juga melakukan pencabutan tiga efek bersifat ekuitas dari pemantauan khusus per Selasa (27/7/2021). Alasannya, sama seperti PBRX, ketiga emiten itu telah lepas dari kriteria poin 8.
Ketiga efek yang keluar dari pemantauan khusus ialah PT Grand Kartech Tbk. (KRAH), PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL), PT Waskita Beton Precast Tbk. (WSBP).
Berikut 11 kriteria efek masuk dalam pantauan khusus BEI.
1. Harga rata-rata saham selama 6 (enam) bulan terakhir di Pasar Reguler kurang dari Rp51,00 (lima puluh satu rupiah)
2. Laporan Keuangan Auditan terakhir mendapatkan opini tidak menyatakan pendapat (disclaimer)
3. Tidak membukukan pendapatan atau tidak terdapat perubahan pendapatan pada laporan keuangan terakhir dibandingkan dengan laporan keuangan sebelumnya
4. Untuk Perusahaan Tercatat atau induk perusahaan yang memiliki Perusahaan Terkendali yang bergerak dalam bidang usaha pertambangan mineral dan batubara yang telah melaksanakan tahapan operasi produksi namun belum sampai tahapan penjualan atau yang belum memulai tahapan operasi produksi pada akhir tahun buku ke-4 (keempat) sejak tercatat di Bursa, belum memperoleh pendapatan dari kegiatan usaha utama (core business)
5. Memiliki ekuitas negatif pada laporan keuangan terakhir
6. Tidak memenuhi persyaratan untuk dapat tetap tercatat di Bursa sesuai Peraturan I-A dan I-V
7. Memiliki likuiditas rendah dengan kriteria nilai transaksi rata-rata harian saham kurang dari Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan volume transaksi rata-rata harian saham kurang dari 10.000 (sepuluh ribu) saham selama 6 enam) bulan terakhir di Pasar Reguler
8. Dalam kondisi dimohonkan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) atau dimohonkan pailit
9. Memiliki anak perusahaan yang kontribusi pendapatannya material bagi Perusahaan Tercatat dan anak perusahaan tersebut dalam kondisi dimohonkan PKPU atau dimohonkan pailit?
10. Dikenakan penghentian sementara perdagangan Efek selama lebih dari 1 (satu) Hari Bursa yang disebabkan oleh aktivitas perdagangan
11. Kondisi lain yang ditetapkan oleh Bursa setelah memperoleh persetujuan atau perintah dari OJK