Bisnis.com, JAKARTA - Emiten maskapai pelat merah, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) akhirnya merilis laporan keuangan tahun penuh 2020. Perseroan mengalami kerugian hingga US$2,4 miliar dan pendapatan anjlok lebih dari 50 persen.
Berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2020 yang dikutip Minggu (18/7/2021), emiten bersandi GIAA ini mencatatkan pendapatan usaha sebesar US$1,49 miliar turun 67,36 persen dibandingkan dengan 2019 yang mencapai US$4,57 miliar.
Penurunan pendapatan terutama pada lini bisnis penerbangan berjadwal dari US$3,77 miliar menjadi hanya US$1,2 miliar.
Pendapatan lini bisnis penerbangan tidak berjadwal pun turun menjadi US$77,24 juta dari US$249,9 juta dan pendapatan lainnya juga turun menjadi US$214,41 juta dibandingkan dengan 2019 yang sebesar US$549,33 juta.
Di sisi lain, beban usaha perseroan tetap tinggi dengan total US$3,3 miliar turun dibandingkan dengan 2019 yang sebesar US$4,45 miliar. Sayangnya, penurunan ini tidak dapat menanggulangi anjloknya pendapatan perseroan.
Di sisi lain, beban usaha lainnya meningkat menjadi US$391,56 juta lebih tinggi dari 2019 yang hanya US$19,6 juta.
Baca Juga
Dengan demikian, Garuda Indonesia mencatatkan rugi usaha US$2,2 miliar berbanding terbalik dari 2019 yang mencatatkan laba usaha US$95,98 juta.
Adapun, rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk alias rugi bersih mencapai US$2,44 miliar jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rugi bersih pada 2019 yang sebesar US$38,93 juta.
Perseroan pun mencatatkan ekuitas negatif pada 2020 sebesar US$1,94 miliar berbanding terbalik dari 2019 yang ekuitasnya positif US$582,57 juta.
Perubahan menjadi negatif ini akibat meningkatnya saldo defisit sebesar US$1,38 miliar pada 1 Januari 2021 yang telah dieliminasi dalam rangka kuasi reorganisasi dan yang belum dicadangkan meningkat menjadi sebesar US$3,26 miliar dari posisi US$799,66 juta.
Di sisi lain, total liabilitas perseroan juga membengkak menjadi US$12,73 miliar naik 228,75 persen dibandingkan dengan 2019 yang sebesar US$3,87 miliar.
Kenaikan tersebut akibat membengkaknya liabilitas jangka panjang menjadi US$8,43 miliar dari posisi US$477,21 juta. Hal ini karena PSAK 71 yang membuat liabilitas sewa membengkak menjadi US$4,49 miliar.
Liabilitas jangka pendek juga meningkat menjadi US$4,29 miliar dari posisi US$3,39 miliar pada 2019. Pembengkakan terjadi pada liabilitas sewa yang naik menjadi US$1,5 miliar dari hanya US$52,53 juta.
Adapun, total aset Garuda tercatat naik menjadi US$10,78 miliar dari posisi US$4,45 miliar pada 2019. Kenaikan terjadi pada aset tidak lancar yang meningkat menjadi US$10,25 miliar dari sebelumnya US$3,32 miliar, terjadi peningkatan pada aset tetap.
Aset lancar perseroan malah menurun menjadi US$536,54 juta dari posisi US$1,33 miliar. Posisi kas dan setara kas pun turun menjadi US$200,97 juta dari posisi US$299,34 juta pada 2019.