Bisnis.com, JAKARTA - Kinerja reksa dana pasar uang masih menjadi yang terdepan sepanjang paruh pertama tahun ini, sedangkan reksa dana saham terkoreksi paling dalam. Sementara itu, reksa dana pendapatan tetap diprediksi menyalip pada paruh kedua tahun ini.
Berdasarkan data Infovesta Utama, sepanjang semester I/2021 hanya terdapat 2 jenis reksa dana yang memiliki kinerja positif yakni reksa dana pasar uang dan reksa dana pendapatan tetap.
Tercatat, reksa dana pasar uang yang tergambar dalam Infovesta 90 Money Market Fund Index mencetak imbal hasil yang tertinggi yakni 1,68 persen. Diikuti ada reksa dana pendapatan tetap yang diilustrasikan dalam Infovesta 90 Fixed Income Fund Index dengam imbal hasil 0,63 persen.
Sebaliknya, 2 jenis reksa dana lainnya yakni reksa dana yang berbasis kelas aset saham mencetak kinerja negatif dalam enam bulan pertama tahun ini. Padahal, dalam waktu yang sama IHSG masih mampu menorehkan kinerja positif 0,11 persen.
Reksa dana saham yang digambarkan dalam Infovesta 90 Equity Fund Index menjadi yang paling loyo dengan kinerja -9,27 persen, sedangkan reksa dana campuran yang digambarkan dalam Infovesta 90 Balanced Fund Index memiliki imbal hasil -3,74 persen.
Head of Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan kinerja reksa dana saham terpaut cukup jauh dengan IHSG karena mayoritas saham yang dipilih oleh manajer investasi sebagai underlying asset produk reksa dana berbasis saham adalah saham-saham besar dan likuid, seperti saham penghuni indeks LQ45.
Baca Juga
Sementara, sepanjang tahun berjalan saham-saham big caps cenderung tak bertenaga. Ini terlihat dari kinerja LQ45 sepanjang tahun berjalan yang juga cukup dalam terkoreksi, yakni -9,63 persen.
“Berarti, IHSG selama [semester I/2021] ini bergeraknya bukan karena saham-saham likuid. Yang menggerakkan ya salah satunya saham-saham sektor teknologi, sedangkan yang reksa dana yang fokus ke saham likuis belum banyak masuk ke saham-saham itu, jadi jauh,” jelas Wawan kepada Bisnis, Kamis (1/7/2021)
Berkaca dari hal tersebut, Wawan menyangsikan kinerja reksa dana saham dapat bergerak sesuai prediksi awal tahun, yakni dapat mencetak imbal hasil sekitar 10 persen secara tahunan di akhir 2021 nanti dan menjadi jawara di antara kelas aset lainnya.
“Kalau IHSG-nya, saya masih optimistis bisa menguat 10 persen, balik ke sekitar 6.500 di akhir tahun ya. Tapi kalau target reksa dananya saya kira sulit. Target pun akan kami revisi tapi belum tahu jadi berapa karena mau tunggu laporan keuangan kuartal II dulu,” imbuhnya.
Di sisi lain, Wawan memprediksi reksa dana pendapatan tetap akan bergerak lebih agresif di semester II/2021 seiring tren yang mulai positif di pasar obligasi, khususnya untuk surat berharga negara (SBN).
Meski sempat terseok di awal semester I/2021, dia memperkirakan reksa dana pendapatan tetap masih on track untuk mencetak imbal hasil sesuai prediksi awal tahun yakni 7 persen secara tahunan.
“Kalau lihat data makro hari ini, inflasi kita masih rendah sekali. Bulan Juni malah deflasi secara year on year. Kalau begitu suku bunga bisa turun lagi, yield turun lagi, dan harga obligasi akan naik,” tuturnya.
Berdasarkan data worldgovernmentbonds.com per 1 Juli 2021, yield obligasi negara Indonesia ada di posisi 6,67 persen.
Wawan menilai level yield wajar untuk Indonesia saat ini ada di kisaran 6 persen sehingga ruang untuk penguatan yield masih sangat terbuka dan harga obligasi juga masih berpeluang menguat.
Adapun, mengenai risiko sentimen dari pasar AS yakni taper trantrum, Wawan memperkirakan The Fed tak akan melakukan tapering dalam tahun ini dan paling cepat awal tahun depan sehingga pasar obligasi masih sangat menarik hingga kahir tahun.
“Jadi di tengah saham yang masih sangat volatil, obligasi mau tidak mau tetap paling menarik saat ini untuk cari imbal hasil. Atau kalau mau sekarang parkir saja bisa ke pasar uang,” pungkas Wawan.