Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perekonomian Membaik, Harga Komoditas Merangkak Naik

Tren kenaikan harga komoditas diprediksi terjadi secara bertahap dan akan terus menanjak sehingga supercycle bisa terjadi.
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA – Harga komoditas terpantau bergerak mendekati harga tertinggi menyusul tren pemulihan ekonomi di Amerika Serikat dan China dari pandemi Covid-19. 

Mengutip laporan Commodity Market Outlook April 2021, perbaikan harga komoditas di kuartal I/2021 terus berlanjut, terutama di tiga sektor yang mengembalikan harga saat sebelum pandemi.

Harga minyak tercatat mengalami pemulihan paling cepat setelah sempat terjun saat pandemi Covid-19. Namun, OPEC tampak menahan produksi di pasar untuk mewanti-wanti risiko perubahan cuaca. 

Pemulihan komoditas logam terlihat dari permintaan yang meluas ditopang oleh negara maju dan juga negara Emerging Market and Developing Economies (EMDEs). 

Selanjutnya harga komoditas pertanian terutama makanan, juga melejit serta perkiraan pertumbuhan pasokan direvisi turun, meski stok tetap mencukupi. 

Goldman Sachs dalam laporannya menyebut telah melihat ada tren kenaikan harga komoditas pada 2021 setelah resesi hebat pada 2020 akibat pandemi Covid-19. 

Selain ketiga komoditas di atas, komoditas lain pun tercatat juga mengalami kenaikan harga. Namun Worldbank memperkirakan pada 2022 kenaikan harga komoditas tidak akan berlanjut signifikan seiring dengan kenaikan harga logam yang naik tipis saat ini. 

"Prospek harga komoditas sangat bergantung pada perkembangan pandemi, adanya potensi risiko tambahan terbalik jika peluncuran vaksin terlalu cepat dan pertumbuhan kuat di Amerika serikat akan menghasilkan spill-over signifikan secara global," tulis Bank Dunia dalam loporan Commodity Outlook April 2021, dikutip Rabu (5/5/2021). 

Harga minyak mentah diperkirakan berada di rata-rata US$56 per barel pada 2021 sebelum akhirnya naik ke level US$60 per barel pada 2022. 

Kemudian harga logam diramal akan naik mendekati 30 persen tahun ini dan akan turun pada 2022. Risiko dari ramalan ini tergantung pada program stimulus negara maju. 

Sedangkan harga komoditas pertanian yang diproyeksi naik 14 persen pada 2021, diperkirakan akan stabil pada 2022. 

Kekurangan produksi di beberapa komoditas ini seperti kedelai, kelapa sawit, dan jagung menyebabkan kenaikan harga yang tajam. Kendati demikian, sebagian besar pasar komoditas pangan global tetap dipasok secara memadai berdasarkan ukuran historis. 

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Rabu (5/5/2021) pukul 16.47, Indeks Spot Komoditas Bloomberg, yang melacak harga 23 bahan mentah, mencatatkan kenaikan harga komoditas 1,34 persen di level 197,04. Melanjutkan kenaikan pada Selasa yang mencapai level tertinggi sejak 2011. 

Head of Investment Information Team Mirae Asset Sekuritas Roger MM mengatakan kenaikan harga komoditas ini dikarenakan adanya sinyal perbaikan permintaan yang secara langsung juga karena adanya perbaikan ekonomi. 

"Seperti kita tahu di AS sedang menuju tanda-tanda pertumbuhan ekonomi sehingga memicu kenaikan beberapa komoditas logam dan tembaga," ungkapnya saat dihubungi Bisnis, Rabu (5/5/2021). 

Tren kenaikan harga komoditas ini menurutnya terjadi secara bertahap dan akan terus menanjak sehingga supercycle bisa terjadi. Jika mampu sukses meredam perluasan efek Covid-19 termasuk keefektifan vaksin. 

Menurut Roger, tanda-tanda supercycle terlihat pada harga minyak sawit (CPO) yang terus mencetak rekor harga tertinggi. Kemudian komoditas timah yang saat ini mulai mendekati harga tertingginya pada 2008. 

Selain itu Roger menuturkan harga batu bara juga nyaman di level harga saat ini terlepas dari belum meredanya konflik China dan Australia. 

"Supercycle ini masih stadium awal yang mulai merangkak perlahan mengikuti perkembangan ekonomi global," ujarnya. 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper