Bisnis.com, JAKARTA – Kenaikan harga minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) tidak berimbas pada performa emiten-emiten perkebunan pada Kamis (22/4/2021).
Berdasarkan data dari Bursa Malaysia, harga CPO untuk kontrak Juli 2021 sempat mencapai harga tertinggi pada 4.010 ringgit per ton sebelum tiba di harga setelmen 3.894 ringgit per ton.
Sementara itu, harga CPO berjangka kontrak pengiriman bulan Juni 2021 terpantau naik 53 poin ke 4.098 ringgit per ton setelah sempat mencapai titik tertingginya pada 4.219 ringgit per ton.
Kenaikan harga minyak kelapa sawit mentah tidak turut mengerek naik emiten perkebunan sawit. Hingga akhir sesi I, satu-satunya saham emiten perkebunan yang menguat adalah PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJT) dengan kenaikan 0,75 persen ke level 675.
Sementara itu,saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) mengalami penurunan terbesar sebanyak 3,83 persen ke level 9425. Menyusul dibelakangnya adalah PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) dengan koreksi 3,64 persen ke level 530.
Selanjutnya, PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT) turut melemah sebesar 2,48 persen ke posisi harga 118 per saham. Pada posisi keempat, Provident Agro Tbk (PALM) terkoreksi 0,61 persen ke 324.
Baca Juga
Sementara itu, saham PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) dan PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) terpantau stagnan.
Sebelumnya, Founder Traderindo.com Wahyu Laksono menyebutkan secara fundamental, pasar minyak kelapa sawit masih cukup positif. Salah satu faktor pendukung CPO adalah tingkat permintaan yang bagus dari sejumlah negara.
Ia memaparkan, sepanjang Maret 2021 lalu, total impor CPO India mencapai 526.463 ton. Jumlah ini naik 33,5 persen dibandingkan periode Februari 2021 dan sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar dan analis.
Sementara itu, Data dari AmSpec Agri Malaysia melaporkan, jumlah ekspor produk CPO Malaysia untuk periode 1 – 20 April terpantau naik 10,2 persen dibandingkan periode yang sama bulan sebelumnya.
“Sejauh ini, pergerakan harga CPO memang masih cukup bagus. Harga minyak dan biji kedelai yang sedang naik juga berimbas positif,” jelasnya saat dihubungi pada Rabu (21/4/2021).
Sentimen tersebut juga ditambah dengan perayaan bulan Ramadan dan Idulfitri pada negara-negara Asia, terutama Indonesia dan Malaysia. Wahyu mengatakan, keterbatasan pasokan dari negara-negara produsen dapat menjaga harga CPO di level yang tinggi.
Kendati demikian, Wahyu mengatakan prospek harga CPO juga dibayangi oleh sejumlah sentimen negatif dari luar negeri. Ia memaparkan, kekhawatiran pasar terhadap kenaikan inflasi yang disebabkan oleh penguatan dolar AS dapat menekan harga minyak kelapa sawit.
Wahyu melanjutkan, setelah melewati bulan Ramadan dan Idulfitri, potensi koreksi harga CPO akan semakin kuat. Hal ini terjadi seiring dengan siklus cuaca La Nina yang telah rampung sehingga memudahkan proses penanaman dan panen buah sawit.
Membaiknya cuaca juga akan berdampak positif bagi komoditas substitusi CPO, yakni biji kedelai. Perbaikan output biji kedelai dari negara-negara produsen seperti AS dan Brasil, serta menurunnya permintaan akan memicu penurunan harga, baik untuk biji kedelai maupun CPO.
Wahyu memprediksi, pada kuartal II/2021, harga CPO diproyeksikan pada kisaran 3.500 hingga 4.100 ringgit per ton.
“Saat ini masih terjadi tarik-menarik antara sentimen-sentimen yang ada di pasar CPO. Sehingga, walaupun nantinya naik, level 3.600 masih jadi target koreksi,” katanya.