Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) bergerak positif pada awal pekan ini. Kenaikan didorong oleh tren serupa pada harga minyak kacang kedelai dan tingginya angka ekspor.
Berdasarkan data dari Bursa Malaysia pada Rabu (21/4/2021), harga CPO untuk kontrak Juli 2021 sempat naik hingga 128 poin di harga settlement 3.805 ringgit per ton. Sebelumnya, harga kontrak tersebut sempat mencapai harga tertinggi pada 3.951 ringgit per ton.
Sementara itu, harga CPO berjangka kontrak pengiriman bulan Juni 2021 terpantau melesat 137 poin ke 3.987 ringgit per ton setelah sempat mencapai titik tertingginya pada 4.145 ringgit per ton.
Salah satu katalis positif untuk pergerakan harga CPO adalah pertumbuhan angka ekspor dari Malaysia. Data dari AmSpec Agri Malaysia melaporkan, jumlah ekspor produk CPO Malaysia untuk periode 1-20 April terpantau naik 10,2 persen dibandingkan periode yang sama bulan sebelumnya.
Kendati demikian, kenaikan angka ekspor tersebut berada dibawah ekspektasi pasar. Hal tersebut disebabkan oleh lonjakan kasus virus corona di India yang merupakan importir CPO terbesar di dunia. Sentimen ini memudarkan sedikit optimisme pasar terhadap prospek pertumbuhan permintaan.
Sementara itu, data dari Komisi Eropa, angka impor minyak kelapa sawit pada musim 2020/2021 adalah sebesar 4,23 juta ton. Jumlah tersebut sedikit menurun bila dibandingkan nilai impor musim sebelumnya, yakni 4,55 juta ton. Adapun, Uni Eropa merupakan pembeli nomor tiga terbesar untuk minyak kelapa sawit dari Malaysia.
Baca Juga
Di sisi lain, Laporan TA Securities menyebutkan, potensi koreksi harga CPO pada tahun ini akan semakin tinggi memasuki semester II/2021. Meski demikian, rerata harga CPO untuk tahun 2021 diyakini lebih baik dibandingkan dengan tahun 2020.
TA Securities juga meningkatkan target harga CPO untuk tahun 2021 menjadi 3.000 ringgit per ton untuk 2021 dari sebelumnya 2.600 ringgit per ton. Sementara itu, target harga CPO pada tahun 2022 juga ditingkatkan 17 persen ke level 3.050 ringgit per ton.
“Proyeksi harga merupakan cerminan dari sejumlah sentimen, yakni persediaan cadangan CPO yang lebih rendah dibandingkan ekspektasi, keterbatasan pasokan minyak nabati global, serta kenaikan harga minyak mentah yang berimbas positif untuk biodiesel,” demikian kutipan laporan tersebut.
Laporan tersebut melanjutkan, jumlah cadangan CPO Malaysia diprediksi tetap ketat sepanjang kuartal II/2021. TA Securities memaparkan, jumlah persediaan CPO Malaysia telah berada dibawah angka acuan 2 juta ton sejak Januari 2020 lalu.
Menipisnya persediaan minyak kelapa sawit disebabkan oleh rendahnya produksi seiring dengan penurunan jumlah tenaga kerja serta siklus cuaca yang menghambat proses panen sawit.Tren ini diperkirakan tetap berlanjut seiring dengan penutupan perbatasan dan pembatasan pergerakan oleh Pemerintah Malaysia.
“Kedepannya, jumlah cadangan CPO akan kembali membaik, seiring dengan proses vaksinasi virus corona dan pembukaan kembali perbatasan di semester II/2021,” jelasnya.
Senada, laporan dari UOB Kay Hian menyebutkan harga CPO akan menghadapi risiko downside dari kenaikan jumlah cadangannya. Kenaikan cadangan CPO Malaysia akan terjadi menyusul musim panen sawit dengan hasil yang cukup besar. Selain itu, nilai ekspor diperkirakan tidak akan menguat signifikan karena kompetisi harga dengan negara produsen CPO lainnya, Indonesia.
"Perkiraan harga CPO menurut kami berada di level 3.000 ringgit per ton. Kami juga tetap memperhatikan potensi pelemahan harga dari meningkatnya jumlah produksi," jelas laporan dari UOB Kay Hian
Sementara itu, Chairman LMC International, James Fry menuturkan, harga minyak kelapa sawit berpotensi terkoreksi hingga ke posisi 3.300 ringgit per ton pada kuartal IV/2021 seiring dengan prospek pemulihan produksi yang akan meningkatkan jumlah persediaan.
Fry memaparkan, rendahnya produksi buah sawit menimbulkan masalah besar terhadap pasokan CPO global. Keterbatasan pasokan ini kian diperburuk oleh kegagalan pemerintah untuk mengurangi mandat bahan bakar biodiesel secara sementara untuk mengurangi tekanan terhadap permintaan.
“Kondisi berbeda terjadi pada 2016-2017 lalu. Selain itu, pergerakan bullish CPO juga telah memasuki fase akhir saat ini,” papar Fry.
Sementara itu, CEO Malaysian Palm Oil Council (MPOC), Wan Zawawi bin Wan Ismail mengatakan, harga CPO kemungkinan akan berada di kisaran 3.846 ringgit per ton pada semester I/2021. Hal tersebut seiring dengan kekhawatiran pasar terhadap keterbatasan pasokan akibat terganggunya produksi pada awal tahun ini.
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi yang stabil dan kenaikan populasi di China akan menjadi salah satu faktor utama yang menjaga harga CPO tetap berada di level tinggi. Di sisi lain, konsumsi minyak nabati di wilayah Timur Tengah juga diprediksi akan meningkat seiring dengan pembukaan kembali ibadah Haji dan Umrah di Arab Saudi.
Berdasarkan hal tersebut, Wan Zawawi memprediksi jumlah impor CPO China akan mencapai 6,8 juta ton, dengan 2,8 juta ton diantaranya berasal dari Malaysia. Sementara itu, impor dari Timur Tengah akan mencapai 2,7 juta ton, dengan 1,8 juta ton diantaranya berasal dari Malaysia. “Bulan Ramadan yang akan segera tiba juga akan meningkatkan permintaan untuk minyak nabati dan lemak,” katanya.
Wan Zawawi melanjutkan, pemulihan angka produksi CPO akan terjadi pada dua negara eksportir utama, Indonesia dan Malaysia. Pihaknya memperkirakan jumlah produksi Malaysia akan naik menjadi 19,6 juta ton pada 2021 berbanding 19,14 juta ton pada 2020.
Sementara itu, total produksi CPO Indonesia diperkirakan berada di kisaran 45 juta ton pada 2021. Jumlah tersebut naik 2 juta ton dibandingkan dengan total produksi Indonesia pada tahun 2020.