Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga CPO Kembali Memanas Dekati 4.000 Ringgit

Harga CPO berjangka kontrak pengiriman bulan Juni 2021 terpantau melesat 137 poin ke 3.987 ringgit per ton setelah sempat mencapai titik tertingginya pada 4.145 ringgit per ton.
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/ CPO) bergerak positif pada awal pekan ini. Meski demikian, potensi penurunan harga akan semakin besar pasca bulan Ramadan

Berdasarkan data dari Bursa Malaysia pada Rabu (21/4/2021), harga CPO untuk kontrak Juli 2021 sempat naik hingga 128 poin di harga setelmen 3.805 ringgit per ton. Sebelumnya, harga kontrak tersebut sempat mencapai harga tertinggi pada 3.951 ringgit per ton.

Sementara itu, harga CPO berjangka kontrak pengiriman bulan Juni 2021 terpantau melesat 137 poin ke 3.987 ringgit per ton setelah sempat mencapai titik tertingginya pada 4.145 ringgit per ton.

Founder Traderindo.com Wahyu Laksono menyebutkan secara fundamental, pasar minyak kelapa sawit masih cukup positif. Salah satu faktor pendukung CPO adalah tingkat permintaan yang bagus dari sejumlah negara.

Ia memaparkan, sepanjang Maret 2021 lalu, total impor CPO India mencapai 526.463 ton. Jumlah ini naik 33,5 persen dibandingkan periode Februari 2021 dan sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar dan analis.

Sementara itu, Data dari AmSpec Agri Malaysia melaporkan, jumlah ekspor produk CPO Malaysia untuk periode 1 – 20 April terpantau naik 10,2 persen dibandingkan periode yang sama bulan sebelumnya.

“Sejauh ini, pergerakan harga CPO memang masih cukup bagus. Harga minyak dan biji kedelai yang sedang naik juga berimbas positif,” jelasnya saat dihubungi pada Rabu (21/4/2021).

Sentimen tersebut juga ditambah dengan perayaan bulan Ramadan dan Idulfitri pada negara-negara Asia, terutama Indonesia dan Malaysia. Wahyu mengatakan, keterbatasan pasokan dari negara-negara produsen dapat menjaga harga CPO di level yang tinggi.

Kendati demikian, Wahyu mengatakan prospek harga CPO juga dibayangi oleh sejumlah sentimen negatif dari luar negeri. Ia memaparkan, kekhawatiran pasar terhadap kenaikan inflasi yang disebabkan oleh penguatan dolar AS dapat menekan harga minyak kelapa sawit.

Wahyu melanjutkan, setelah melewati bulan Ramadan dan Idulfitri, potensi koreksi harga CPO akan semakin kuat. Hal ini terjadi seiring dengan siklus cuaca La Nina yang telah rampung sehingga memudahkan proses penanaman dan panen buah sawit.

Membaiknya cuaca juga akan berdampak positif bagi komoditas substitusi CPO, yakni biji kedelai. Perbaikan output biji kedelai dari negara-negara produsen seperti AS dan Brasil, serta menurunnya permintaan akan memicu penurunan harga, baik untuk biji kedelai maupun CPO.

Wahyu memprediksi, pada kuartal II/2021, harga CPO diproyeksikan pada kisaran 3.500 hingga 4.100 ringgit per ton.

“Saat ini masih terjadi tarik-menarik antara sentimen-sentimen yang ada di pasar CPO. Sehingga, walaupun nantinya naik, level 3.600 masih jadi target koreksi,” katanya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono mengatakan, harga CPO yang tinggi disebabkan oleh produksi minyak nabati yang rendah. Hal ini juga ditambah dengan produksi biodiesel yang meningkat karena komitmen pemerintah beberapa negara seperti Indonesia, Amerika Serikat, Brasil dan Jerman untuk terus mengimplementasikan program penggunaan biodiesel.

Dia menuturkan Oil World memperkirakan produksi biodiesel dunia pada 2021 akan mencapai 47,5 juta ton atau 2,2 juta ton lebih tinggi dari tahun 2020 dan 1,5 juta ton lebih tinggi dari 2019.

Menurutnya, dampak harga yang tinggi adalah negara pengimpor banyak menahan pembeliannya yang menyebabkan ekspor menurun. Ekspor minyak sawit Indonesia pada Februari 2021 diperkirakan sekitar 1.994.000 ton, 867.000 ton atau 30 persen lebih rendah dari bulan lalu.

“Demikian juga nilai ekspor minyak sawit diperkirakan sekitar US$2 juta, lebih rendah US$600 juta atau 23 persen dari bulan lalu,” katanya dikutip dari keterangan resmi.

Produksi minyak sawit pada Februari 2021 juga mengalami penurunan sekitar 10 persen dari Januari yang merupakan faktor musiman, sedangkan apabila dibandingkan dengan 2020, produksi Februari 2021 lebih rendah 6 persen dari Februari 2020.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper