Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI Masih Pertahankan Suku Bunga, Ini Dampak ke Pasar Modal

Pada RDG hari Selasa (20/4/2021), Bank Indonesia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi sebesar 4,1 hingga 5,1 persen pada 2021.
Pekerja melintasi papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (1/2/2021). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Pekerja melintasi papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (1/2/2021). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia memberikan mixed signals terhadap pasar modal Indonesia. Di sisi lain, sentimen dari global masih menekan pergerakan pasar dalam negeri.

Pada RDG hari Selasa (20/4/2021), Bank Indonesia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi sebesar 4,1 hingga 5,1 persen pada 2021.

 Pemangkasan proyeksi ini merupakan yang kedua kalinya di tahun 2021. Sebelumnya, BI memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh positif pada kisaran 4,8 hingga 5,8 persen. Kemudian, BI kembali merevisi proyeksi tersebut menjadi 4,3 hingga 5,3 persen.

Di lain pihak, BI juga memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,5 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75 persen, dan suku bunga Lending Facility tetap 4,25 persen.

Adapun Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan koreksi proyeksi tersebut disebabkan oleh proyeksi konsumsi swasta yang lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. Sejalan dengan penurunan poryeksi pertumbuhan perekonomian BI juga memperkirakan tingkat Inflasi Indonesia masih akan rendah di sepanjang 2021.

Sementara terkait suku bunga yang dipertahankan di level 3,50 persen, Perry menyebut kebijakan tersebut diambil mempertimbangkan derasnya capital outflow yang terjadi di Indonesia.

Analis Phintraco Sekuritas Febryan Kennedy mengatakan di tengah kondisi dan tekanan dari pasar global, BI diperkirakan belum akan menaikkan suku bunga acuan hingga 2022.

Namun, risiko peningkatan suku bunga acuan yang lebih cepat masih ada.

“Saya berpendapat bahwa peningkatan suku bunga BI masih menunggu arahan dari the Fed. Sementara, the Fed menyatakan masih belum akan melakukan tappering hingga periode 2022,” katanya, Selasa (20/4/2021).

Febryan menyebut beberapa faktor yang dapat memicu The Fed untuk meningkatkan suku bunga acuan antara lain budget deficit yang membesar, penurunan cadangan devisa AS yang signifikan, serta tingkat inflasi yang tinggi.

Adapun, sikap kedua bank sentral tersebut memberikan implikasi kepada pasar modal Indonesia. Untuk IHSG, Febryan menyebut IHSG menerima mixed signal dari hal tersebut, seiring rilis data tingkat pengangguran dan inflasi AS yang lebih baik dari perkiraan memberikan sinyal.

Di sisi lain, meski tren kenaikan yield obligasi AS atau US Treasury mulai melambat dan sekarang sedang berkonsolidasi di kisaran 1.6 persen, capital outflow masih akan terus terjadi.

Capital outflow yang terjadi diperkirakan akan menekan penguatan saham-saham perbankan seperti BBRI dan BBCA,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper