Bisnis.com, JAKARTA - Emiten farmasi PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF) menargetkan kontribusi pendapatan dari produk onkologi dalam 5 tahun ke depan dapat menjadi 25 persen-30 persen dari total pendapatan perseroan.
Direktur Keuangan Kalbe Farma Bernadus K Winata mengungkapkan pengembangan obat khusus bagi kanker merupakan upaya perseroan sekaligus melakukan diversifikasi usaha mengurangi kerugian kurs akibat tingginya impor bahan mentah.
Menurutnya, produk khusus seperti onkologi dilakukan melalui pengembangan strategi total solusi mulai dari pencegahan, diagnostik, perawatan hingga kebutuhan nutrisinya.
"Sampai dengan 3 tahun ke depan masuk akal bisa naik kontribusinya 12 persen-13 persen terhadap total pendapatan Kalbe, tapi 5 tahun ke atas kontribusi minimum bisa dekati 25-30 persen dari total farmasi," jelasnya, Selasa (20/4/2021).
Produk untuk kebutuhan onkologi yang berbasis bahan kimia untuk kemoterapi yang diproduksi emiten bersandi KLBF ini termasuk pemimpin pasar di Indonesia karena pemainnya yang sedikit.
Melalui itu saja, perseroan mencatatkan kontribusi pendapatan hingga 10 persen pada 2020 dari total solusi pengobatan onkologi untuk kanker tersebut.
Baca Juga
Dengan demikian, dalam 2 tahun ke depan peningkatan tidak akan terlalu besar, naik 1 persen terhadap total pendapatan dari segi nilai juga sudah cukup besar.
Lonjakan terhadap kontribusi pendapatan tersebut terangnya karena jumlah produk akan bertambah secara signifikan, karena saat ini dasarnya masih baru berjalan.
"Anak usaha kami di Kalbe Genexine Biologic, mereka pipelining yang sifatnya temuan baru, di bidang imuno onkologi, beberapa produk masih trial perlu selesai, jangka menengah 3-5 tahun ke depan dapat membawa kontribusi besar," urainya.
Berdasarkan garis waktu yang ditetapkannya, KLBF memiliki rencana jangka pendek dan jangka panjang untuk pengembangan pabrik obat berbasis kimia dan biologi yang sudah ada di Indonesia.
Pemasaran pun dapat disalurkan menjadi bagian dari Jaminan Kesehatan Masyarakat (JKM) BPJS Kesehatan sehingga pemasarannya menjadi lebih mudah.
"Ttu tetap akan punya benefit jauh dibandingkan dengan pemasaran sendiri. Di Indonesia pemain di bidang perawatan onkologi ini masih sedikit pemainnya dan pemain yang memiliki pabrik sendiri di Indonesia jauh lebih sedikit lagi," urainya.
Dengan pabrik yang sudah ada di Indonesia, perseroan juga dapat menekan ketergantungannya terhadap bahan-bahan impor. Selain itu, melalui pengembangan kerja sama dengan produsen bahan mentah dalam negeri juga dapat menekan biaya dari kemungkinan rugi kurs.
Berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2021, Rabu (31/3/2021), emiten bersandi KLBF ini mencatat penjualan neto sebesar Rp23,11 triliun meningkat tipis 2,12 persen dari periode 2019 yang sebesar Rp22,63 triliun.
Dari sisi beban pokok penjualan tercatat sedikit peningkatan menjadi sebesar Rp12,86 triliun sedikit meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya Rp12,39 triliun.
Beban penjualan sedikit menyusut menjadi Rp5,01 triliun, dengan sedikit peningkatan pada beban umum dan administrasi menjadi sebesar Rp1,39 triliun, serta beban operasi lainnya yang meningkat menjadi Rp156,08 miliar.
Walhasil, laba KLBF yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk mencapai Rp2,733 triliun, meningkat 9,05 persen dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp2,506 triliun.
Pada penutupan perdagangan Selasa (20/4/2021), harga saham KLBF stagnan di harga Rp1.495 dengan kapitalisasi Rp70,08 triliun. Secara tahun berjalan harga sahamnya sudah naik 1,01 persen.