Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terus melemah. Tekanan terhadap mata uang Garuda pun diperkirakan belum akan mereda dalam waktu dekat.
Berdasarkan data Bloomberg pada Selasa (13/4/2021), nilai tukar rupiah terpantau melemah 32 poin atau 0,22 persen ke level Rp14.627 per dolar AS hingga pukul 11.38 WIB.
Goldman Sachs Group Inc. mengatakan rupiah masih akan mendapat tekanan dari imbal hasil AS dan dolar AS yang masih berpotensi menguat dalam waktu dekat.
Goldman mengatakan analisisnya menunjukkan pasar obligasi Indonesia belum berada di wilayah yang murah, dan data AS yang kuat menunjukkan ada potensi penguatan hasil obligasi Treasury AS, sehingga berimplikasi negatif terhadap aset negara Asia.
Tim Analis Goldman Sachs yang dipimpin Zach Pandl mengatakan dalam beberapa pekan terakhir investor kerap mempertanyakan kapan waktu yang tepat untuk masuk ke pasar Indonesia.
“Jawabannya adalah belum, dalam pandangan kami,” ungkap Goldman Sachs, dikutip dari Bloomberg, Selasa (13/4/2021).
Baca Juga
Senada, manajemen investasi PineBridge Investments Asia Ltd. mengatakan rupiah akan terus tertekan menyusul sikap investor global yang menghindari aset berisiko, sehingga menarik modal dari pasar tanah air.
Kepala aset pendapatan tetap wilayah Asia Pinebridge Arthur Lau mengatakan rupiah merupakan mata uang pasar negara berkembang yang paling rentan menyusul sentimen risk-off saat ini.
"Dalam beberapa bulan mendatang, kami memperkirakan rupiah masih akan melemah karena dividen musiman dan repatriasi kupon pada April-Mei serta kenaikan impor musiman pada kuartal kedua," ungkap Arthur.
Sementara itu, manajer portofolio Loomis Sayles Thu Ha Chow juga memiliki pandangan bearish terhadap rupiah. Ia mengatakan hanya ada sedikit alasan untuk bersikap positif terhadap pergerakan rupiah saat ini, terutama di tengah upaya pemerintah untuk mengendalikan virus corona.
“Alasan fundamental bullish rupiah saat ini tidak ada. Selain adanya risiko kenaikan dolar dan imbal hasil AS, tidak ada cerita perubahan haluan besar-besaran mengenai situasi Covid," katanya.
Jangka Menengah
Di sisi lain, kepala investasi Amundi Singapore Ltd. Joevin Teo mengatakan rupiah baru akan mendapatkan sentimen positif dalam jangka menengah hingga panjang.
Sentimen ini bisa muncul dari sejumlah dorongan struktural, seperti kelanjutan implementasi omnibus law serta pemulihan ekonomi pascapandemi yang lebih cepat dari perkiraan.
"[Sentimen positif ini] akan terus meningkatkan minat dan arus masuk investor asing di pasar obligasi dan mata uang Indonesia,: ungkap Teo.
Sebelumnya, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Hariyadi Ramelan menegaskan rupiah pada kisaran saat ini masih lebih baik, dibandingkan dengan peers global.
Terutama, lanjutnya, jika dilihat dari indikator fundamentalnya yang masih baik, seperti high carry spread 487 basis points (bps), pertumbuhan ekonomi di kisaran 4,3 persen hingga 5,3 persen tahun ini, inflasi yang rendah di bawah 2 persen, kecukupan cadangan devisa hingga US$137,1 miliar.
"Volatilitas year to date [ytd] sekitar 7 persen, sementara pelemahannya sekitar 3,9 persen ytd," tegas Hariyadi kepada Bisnis, Selasa (13/4/2021).
Dia menambahkan, BI selalu akan berada di pasar untuk memastikan mekanisme pasar berjalan sesuai dengang keseimbangan pasokan dan permintaan valas.