Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah kembali tertekan ke level Rp14.612,50 per dolar AS pada awal perdagangan hari ini, Selasa (13/4/2021).
Adapun, pada penutupan kemarin rupiah juga ditutup terdepresiasi ke level 14.595. Di saat yang sama, indeks dolar AS terpantau menguat 0,06 poin atau 0,07 persen ke level 92,19.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Hariyadi Ramelan menegaskan rupiah pada kisaran saat ini masih lebih baik, dibandingkan dengan peers global.
Terutama, lanjutnya, jika dilihat dari indikator fundamentalnya yang masih baik, seperti high carry spread 487 basis points (bps), pertumbuhan ekonomi di kisaran 4,3 persen hingga 5,3 persen tahun ini, inflasi yang rendah di bawah 2 persen, kecukupan cadangan devisa hingga US$137,1 miliar.
"Volatilitas year to date [ytd] sekitar 7 persen, sementara pelemahannya sekitar 3,9 persen ytd," tegas Hariyadi kepada Bisnis.
Dia menambahkan, BI selalu akan berada di pasar untuk memastikan mekanisme pasar berjalan sesuai dengang keseimbangan pasokan dan permintaan valas.
Sebelumnya, Macroeconomic Analyst Bank Danamon Irman Faiz menjelaskan belakangan ini rupiah cukup tertekan karena faktor musiman permintaan korporasi akan dolar AS yang tinggi pada April - Mei. Adapun, periode tersebut merupakan musim pembagian dividen dari perusahaan multinasional.
“Selain itu, kegiatan impor cenderung juga mulai menunjukkan arah positif seiring dengan aktivitas manufaktur domestik yang terus ekspansif juga turut berkontribusi untuk permintaan valas,” kata Faiz kepada Bisnis, akhir pekan lalu.
Di sisi lain, tingkat imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun atau US Treasury yang mulai turun sehingga mendorong aliran modal masuk ke pasar obligasi Tanah Air disebut bisa menjadi penahan laju pelemahan rupiah. Namun, perlu diingat bahwa inflow tersebut akan terjadi bertahap.
Dari dalam negeri, peran bank sentral dalam menjaga stabilitas nilai tukar juga akan dicermati oleh pelaku pasar.
“Berdasarkan faktor-faktor tersebut, kami melihat potensi pelemahan rupiah untuk beberapa waktu masih akan berlanjut dengan rentang Rp14.500 - Rp14.600,” tutup Faiz.
Baca Juga
Goldman Sachs Group Inc. mengatakan kenaikan imbal hasil obligasi AS dan penguatan dolar yang berpotensi berlanjut akan terus merugikan aset Indonesia dalam waktu dekat, sementara PineBridge Investments Asia Ltd. mengatakan rupiah akan terus merosot karena risk-off perdagangan global dan ketika dana luar negeri membawa pulang dividen.
Rupiah sendiri dipandang sebagai penentu risiko di negara berkembang Asia karena kepemilikan asing yang relatif tinggi atas aset lokal dan perekonomiannya yang umumnya terbuka.