Bisnis.com, JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 1 persen lebih seiring dengan aksi jual yang melanda bank jumbo.
Pada akhir sesi I pukul 11.30 WIB, IHSG ditutup melemah 1,34 persen atau 81,15 poin menjadi 5.989,06. Sepanjang sesi I, indeks bergerak di rentang 5.987,92-6.088,83.
Equity Research Analyst PT Erdikha Elit Sekuritas Regina Fawziah menyampaikan pada sesi I, transaksi saham mencapai Rp5,28 triliun. Investor asing melakukan aksi jual bersih Rp37,01 miliar.
Sejumlah saham Indeks LQ45 menjadi sasaran jual investor asing seperti ASII Rp52 miliar, BBCA Rp44 miliar , BBTN Rp42 miliar, ACES Rp19 miliar, TKIM Rp19 miliar, dan PGAS Rp14 miliar.
Adapun, semua sektor bergerak membebani laju indeks perdagangan sesi 1 ini meliputi sektor Agriculture (-0,579 persen), Finance (-1,067%), Basic-Ind (-1,102%), Consumer (-1,29%), Trade (-1,303%), Manufactur (-1,368%), Infrastructure (-1,391%), Mining (-1,998%), Misc-Ind (-2,297%), Property (-2,595%).
"Ada beberapa sentimen yang mempengaruhi pergerakan IHSG baik dari domestik maupun eksternal," paparnya dalam publikasi riset, Senin (12/4/2021).
Baca Juga
Dari dalam negeri, akhir pekan lalu telah rilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan juga Cadangan Devisa (Cadev) selama bulan Maret, dimana untuk IKK mengalami kenaikan dari sebelumnya 85,8 menjadi 93,4.
Namun demikian, angka tersebut masih di bawah 100 atau yang berarti masyarakat masih belum sepenuhnya optimistis dengan pertumbuhan ekonomi yang ada selama enam bulan ke depan.
Adapun, Cadangan Devisa Indonesia mengalami penurunan dari sebelumnya US$138,8 miliar, kini menjadi US$137,1 miliar. Penurunan tersebut terjadi karena adanya pembayaran utang pemerintah yang jatuh tempo.
Rilis data mengenai penjualan ritel Indonesia pagi tadi jam 10.00WIB mengalami pelemahan dibandingkan sebelumnya -16,4 persen pada bulan Januari menjadi -18,1 persen pada Februari 2021.
Pelemahan ini terjadi sudah 15 bulan berturut-turt sejak awal tahun 2020. Penyebab turunnya angka penjualan ritel ini juga tak lepas dari adanya dampak penyebaran virus Covid-19 yang melanda Indonesia dan hampir seluruh negara di dunia, yang membuat masyarakat cenderung menahan belanja, sehingga penjualan ritel mengalami penurunan.
Dari ekternal, China akan merilis data mengenai neraca perdagangan pekan ini, kemudian dari Amerika Serikat akan rilis data inflasi Maret 2021. Angka inflasi di AS diperkirakaan akan mengalami kenaikan dari sebelumnya.
Apabila angka inflasi naik, hal tersebut akan mendorong Yield obligasi US tenor 10 tahun. Korelasi pergerakan antara yield obligasi dengan inflasi yaitu positif atau bergerak searah.