Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jelang Pertemuan OPEC+, Harga Minyak Kurang Hot

Harga minyak mentah dunia tengah bergerak fluktuatif selama beberapa waktu belakangan seiring dengan kemacetan pada Terusan Suez.
Ilustrasi. Kapal tanker pengangkut minyak./Bloomberg
Ilustrasi. Kapal tanker pengangkut minyak./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak dunia terkoreksi seiring dengan sikap pelaku pasar yang mempertimbangkan dampak kebijakan lockdown lanjutan terhadap permintaan minyak dunia jelang pertemuan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (The Organization of the Petroleum Exporting Countries) dan sekutunya atau OPEC+.

Dilansir dari Bloomberg pada Senin (29/3/2021) sore, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak bulan Mei 2021 terpantau sempat turun meninggalkan level harga US$60 sebelum kembali ke kisaran US$60,01 per barel atau terkoreksi 1,59 persen

Sementara itu, harga minyak Brent kontrak Mei 2021 sempat anjlok hingga 1,41 persen ke posisi US$63,66 per barel.

Harga minyak mentah dunia tengah bergerak fluktuatif selama beberapa waktu belakangan, dengan harga minyak jenis WTI yang naik-turun pada pekan lalu. Salah satu sentimen yang memicu penurunan harga minyak dunia adalah kemacetan pada Terusan Suez.

Berdasarkan perusahaan penyedia jasa maritim Inchape, Kapal Ever Given yang menyebabkan kelumpuhan pelayaran di Terusan Suez kini telah berhasil diapungkan kembali. Meski demikian, kabar terkait pembukaan kembali perlintasan ini belum dapat dipastikan.

Pelaku pasar juga memantau kabar terbaru dari peluncuran kontrak minyak berjangka terbaru di Abu Dhabi. Hal ini dilakukan untuk membentuk kontrak acuan regional terbaru di wilayah Timur Tengah.

Adapun pergerakan minyak dunia juga masih berpeluang mencatatkan rekor kenaikan positif slama empat kuartal beruntun pada akhir pekan mendatang. Tren ini salah satunya ditopang oleh kebijakan pembatasan produksi yang dilakukan OPEC+

Selain itu, pasar juga tengah dibayangi optimisme yang cukup tinggi terkait prospek pemulihan permintaan minyak global. Hal ini diprediksi akan terjadi segera setelah vaksin virus corona sukses didistribusikan ke seluruh dunia.

Kendati demikian, tren koreksi harga selama tiga pekan belakangan pada minyak jenis WTI mengancam performa harga minyak dunia. Tren tersebut memunculkan spekulasi bahwa OPEC+ akan mulai menambah pasokan minyak global pada pertemuan 1 April mendatang.

Adapun, pada pertemuan sebelumnya, pasar dikejutkan dengan keputusan OPEC+ untuk mempertahankan kuota produksi ditengah ekspektasi penambahan pasokan minyak ke pasar global.

Founder Traderindo.com Wahyu Laksono mengatakan, pelemahan harga minyak dunia tidak hanya disebabkan oleh insiden di Terusan Suez. Menurutnya, faktor utama yang memicu koreksi harga minyak adalah penguatan dolar AS yang masih terjadi hingga kini.

Hal ini juga ditambah dengan kondisi pasar yang masih mengkhawatirkan potensi kenaikan inflasi. Lonjakan imbal hasil obligasi AS atau US Treasury juga diprediksi akan menekan bank sentral AS (The Fed) sehingga mengancam reflationary trade dan akan membebani harga komoditas, termasuk harga minyak.

“Sentimen kemacetan di Terusan Suez tidak terlalu membebani pergerakan harga minyak. Karena mayoritas kargo minyak yang berada pada jalur tersebut akan dikirimkan ke Eropa, dimana permintaan terhadap minyak masih lemah,” katanya saat dihubungi pada Senin (29/3/2021).

Wahyu menjelaskan, pergerakan harga minyak juga ditekan oleh kenaikan jumlah persediaan minyak di China. Hal ini juga diprediksi akan membuat OPEC+ tetap mempertahankan kebijakan pemangkasan produksi minyak hariannya.

Ia melanjutkan, dengan sejumlah sentimen tersebut, potensi pelemahan harga minyak lebih lanjut masih terbuka. Menurutnya, apabila harga minyak terjatuh hingga kisaran US$57 per barel, maka minyak dapat menguji level US$50 hingga US$55 per barel.

“Untuk jangka pendek, harga minyak kemungkinan bergerak di level US$55 per barel hingga US$65 per barel,” katanya.

Analis Goldman Sachs Damien Courvalin dalam laporannya menyebutkan, penurunan harga minyak yang terjadi belakangan ini telah melebihi pergeseran pada fundamentalnya. Hal ini diperkirakan akan membuat OPEC+ mempertahankan kuota produksi yang sudah ada saat ini.

“Penambahan output oleh OPEC+ diprediksi akan lebih lambat pada musim semi ini. Hal tersebut dilakukan untuk mengimbangi perlambatan pemulihan permintaan dari negara-negara emerging market dan negara di wilayah Eropa,” jelas Courvalin dalam laporannya dikutip dari Bloomberg.

Courvalin memprediksi OPEC+ tidak akan mengubah kuota produksinya untuk bulan Mei mendatang. Ia melanjutkan, tingkat permintaan minyak masih akan menguat sepanjang musim panas tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper