Bisnis.com, JAKARTA – Posisi cadangan devisa yang memadai dan kebutuhan pendanaan asing yang relatif rendah di Indonesia tahun ini menjadi salah dua kekuatan bagi pergerakan nilai tukar rupiah.
Berdasarkan data Bloomberg pada Senin (22/3/2021), rupiah di pasar spot ditutup stagnan pada level Rp14.407 per dolar AS. Tadi pagi, mata uang Garuda sempat tertekan dengan rentang pergerakan hari ini Rp14.406—Rp14.447.
Sementara indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan sekeranjang mata uang dunia mengalami kenaikan 0,04 persen menjadi 91.950.
Pelemahan rupiah tadi pagi terimbas kenaikan yield obligasi AS tenor 10 tahun atau US Treasury ke level 1,73 persen sebelum perlahan turun menjadi 1,68 persen.
Macroeconomic Analyst Bank Danamon Irman Faiz menjelaskan sambil mengutip data dari Dana Moneter Internasional (IMF) bahwa Indonesia termasuk negara berkembang yang memiliki cadangan devisa memadai.
Pada saat bersamaan, Indonesia juga menjadi negara yang tidak terlalu membutuhkan pendanaan eksternal yang tinggi tahun ini seiring dengan mengerucutnya defisit neraca berjalan (current account deficit/CAD).
Kedua hal tersebut membuat mata uang rupiah menjadi lebih tahan banting ketika berhadapan dengan penguatan dolar AS akibat kenaikan yield Treasury AS.
“Di sisi domestik, cadangan devisa yang tinggi dan surplus neraca perdagangan seharusnya dapat menopang tekanan tersebut [eksternal],” kata Faiz kepada Bisnis baru-baru ini.
Adapun, kondisi negara dengan cadangan devisa rendah dan kebutuhan pendanaan eksternal tinggi dapat membuat resiko tekanan mata uang suatu negara lebih tinggi ketika indeks dolar AS menguat.
Dari data IMF, Faiz menunjukkan, Indonesia bersama Romania dan Meksiko saat ini masuk ke dalam daftar negara berkembang berperingkat investment grade dengan kecukupan cadangan devisa memadai. Namun, relatif terhadap India dan Filipina, kecukupan cadangan devisa Indonesia memang masih lebih rendah.
Untungnya, Indonesia dan Meksiko memiliki kebutuhan pembiayaan eksternal tahun yang relatif rendah pada tahun ini, seiring dengan mengecilnya CAD. Tidak seperti Rumania dan Kolombia yang memiliki kebutuhan pembiayaan eksternal yang relatif lebih tinggi.