Bisnis.com, JAKARTA – Sentimen eksternal menjadi faktor utama keluarnya investor asing dari pasar obligasi Indonesia di tengah credit default swap (CDS) Indonesia yang cenderung stabil sepanjang tahun berjalan.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto mengatakan keluarnya investor asing dari pasar obligasi di tengah stabilnya CDS Indonesia disebabkan oleh faktor eksternal. Salah satu sentimen utama menurutnya adalah kenaikan imbal hasil obligasi AS atau US Treasury yang terus berlanjut.
Ramdhan memaparkan menguatnya yield US Treasury membuat para investor cenderung lebih memperhatikan pergerakan imbal hasil dari AS. Apalagi, tren ini masih berada pada tahap awal, sehingga akan mendapat perhatian khusus dari para investor.
Kenaikan imbal hasil US Treasury memicu para investor asing untuk memindahkan dananya dari emerging market seperti Indonesia ke AS. Pasalnya, tingkat likuiditas di pasar AS jauh lebih besar dibandingkan dengan Indonesia sehingga dinilai menjanjikan oleh para investor.
“Munculnya paket stimulus dari AS juga semakin memperkuat pergerakan yield. Padahal, secara makroekonomi, kondisi Indonesia masih cukup bagus,” katanya saat dihubungi pada Senin (22/3/2021).
Meski demikian, Ramdhan optimistis pasar obligasi Indonesia masih tetap menarik untuk jangka panjang. Ia menjelaskan, sentimen kenaikan imbal hasil US Treasury hanya akan menjadi euforia untuk investor dalam jangka pendek.
Baca Juga
Menurutnya, investor asing akan kembali masuk ke emerging market seperti Indonesia setelah terbentuknya kondisi pasar terbaru di AS. Hal tersebut akan ditandai dengan melandainya pergerakan yield US Treasury dan munculnya dampak dari paket stimulus AS terhadap perekonomian.
Setelah market mencapai titik tersebut, investor akan mencari pasar-pasar lain yang menawarkan return lebih menarik. Ramdhan menuturkan, Indonesia termasuk dalam kategori tersebut mengingat yield obligasinya yang terbilang atraktif.
“Hal ini nantinya juga akan semakin menurunkan CDS Indonesia, yang membuat pasar obligasi domestik menjadi semakin menarik,” katanya.
Berdasarkan data worldgovernmentbonds.com, credit deafult swap (CDS) 5 tahun Indonesia per 22 Maret 2021 pagi ada di level 74,92. Posisi tersebut mengindikasikan probabilitas default atau gagal bayar sebesar 1,25 persen.
Sepanjang tahun berjalan, CDS 5 tahun Indonesia terpantau bergerak cenderung stabil, meski sempat mengalami lonjakan sebanyak dua kali di awal tahun, yakni pada 11 Januari 2021 dan 25 Januari 2021 yakni mendadak lompat ke level 171,80.
Namun, selebihnya level CDS 5 tahun Indonesia bergerak di rentang 67,51—86,03.
Tingkat CDS 5 tahun Indonesia saat ini telah jauh membaik dan berada di level yang lebih rendah dibandingkan Maret tahun lalu, yang mana sempat menyentuh level 239,11.
Sementara itu, CDS 10 tahun Indonesia ada di level 139,89. Pun, sepanjang tahun berjalan persepsi risiko untuk surat utang tenor 10 tahun tersebut juga terbilang stabil dan berada di kisaran 126,54—151,85.
Pada Maret 2020 lalu, CDS 10 tahun Indonesia juga sempat ikut melonjak bahkan hingga mencapai level 399,17.
Seperti diketahui, level CDS yang semakin rendah menunjukkan ekspektasi risiko investasi yang semakin rendah pula pada instrumen surat utang suatu negara, dalam hal ini untuk surat utang Indonesia dalam denominasi rupiah.