Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Fenomena Taper Tantrum Sempat Tekan IHSG, Akankah Terjadi Lagi?

Kekhawatiran terjadinya taper tantrum menguat setelah Presiden AS Joe Biden menggelontorkan stimulus jumbo US$1,9 triliun untuk menggairahkan perekonomian.
Karyawan melintas di dekat papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (8/3/2021). Bisnis/Abdurachman
Karyawan melintas di dekat papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (8/3/2021). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA- Banjirnya likuiditas global akibat stimulus yang bisa berujung pada taper tantrum berpotensi menjadi ancaman bagi pasar saham Indonesia. Pada taper tantrum sebelumnya, kebijakan moneter yang diambil oleh Bank Sentral AS (The Fed) berujung pada kenaikan terbatas IHSG dalam setahun.

CIO Mandiri Manajemen Investasi Ali Yahdin Saugi menjelaskan pergerakan IHSG sebelum krisis keuangan global pada 2008 selalu tumbuh 22 persen per tahun. 

Ketika krisis menyerang pada 2008 dipicu oleh kejatuhan efek beragun aset (EBA) properti di Negeri Paman Sam, otoritas di negara tersebut melakukan pelonggaran kuantitatif yang membuat pasar global kebajiran likuiditas.

Suntikan quantitative easing (QE) itu pun melambungkan IHSG menjadi sekitar 40 persen per tahun. Namun, likuiditas tinggi pun mengerek inflasi di Negeri Paman Sam dan mendorong Bank Sentral AS mulai menaikkan suku bunga acuan dan menghentikan pembelian obligasi yang menyebabkan taper tantrum.

“[Penguatan IHSG] berhenti saat taper tantrum. Masih tumbuh tapi kisaran hanya 7 persen per tahun dan cukup volatil,” kata Ali Yahdin, pekan lalu.

Kala itu, investor asing ramai-ramai keluar dari pasar saham domestik dan masuk ke sejumlah aset di negara maju yang dinilai menarik dan tentunya lebih aman. Investor asing membukukan aksi jual atau net sell sekitar US$6 miliar dari pasar saham Indonesia sejak 2013.

Kejadian yang sama dikhawatirkan kembali terulang pascapandemi. Kekhawatiran pun menguat setelah Presiden AS Joe Biden menggelontorkan stimulus jumbo US$1,9 triliun untuk menggairahkan perekonomian.

Stimulus itu diperkirakan bisa memicu inflasi dan mendorong The Fed kembali melakukan pengetatan walaupun Gubernur The Fed Jerome Powell menyatakan kebijakan akomodatif masih akan dipertahankan.

“Kami mempunyai target IHSG di kisaran 6.600-6.800 berdasarkan fundamental. Valuasi ini berada di sekitar +1 standar deviasi dengan implied bond yield 6,4 persen,” tutur Ali Yahdin.

Adapun, pada akhir perdagangan Jumat (12/3/2021), IHSG ditutup naik 1,49 persen menjadi 6.358. Sejak awal tahun, indeks tumbuh 6,34 persen dengan catatan aksi beli (net buy) investor asing senilai Rp12,79 triliun.

Ali Yahdin optimistis tahun ini bakal lebih baik dibandingkan 2020 walaupun ada tantangan dari kenaikan imbal hasil Obligasi AS bertenor 10 tahun atau yield Treasury AS.

Pasalnya, tahun ini pertumbuhan pendapatan per saham (EPS) ditaksir mencapai 40 persen - 45 persen karena kompensasi dari minus yang cukup dalam pada tahun lalu.

Di sisi lain, harapan melantainya perusahaan rintisan berskala besar juga disebut membawa angin segar untuk pasar saham Indonesia.

“Memang kelihatannya di level sekarang upside IHSG agak terbatas sekitar 5-7 persen dari level sekarang. Tapi kami belum price in adanya IPO teknologi dan juga keberhasilan omnibus law serta kehadiran Lembaga Pengelola Investasi (LPI) yang nantinya akan mendorong pertumbuhan ke depan,” terang Ali Yahdin.

Mandiri Manajemen Investasi menunjuk perbankan, properti, peritel, dan telekomunikasi sebagai sektor menarik yang dapat dicermati. Menurut Ali Yahdin, perbankan masih akan menjadi tenaga penggerak IHSG selama NPL stabil dan kesuksesan program vaksin dapat memulihkan permintaan yang akan mendorong kinerja emiten properti dan perite.

Sementara itu, sektor telekomunikasi yang saat ini tengah dalam konsolidasi dalam rangka perbaikan industri juga membuatnya semakin menarik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper