Bisnis.com, JAKARTA - Pandemi virus corona (Covid-19) yang merebak selama setahun penuh membawa lika-liku terhadap pergerakan harga saham di pasar modal. Pandemi juga memantik investasi saham di kalangan ritel hingga mencetak rekor baru.
Pada 2 Maret 2020, kasus pertama infeksi virus corona diungkap ke publik. Setahun berlalu, jumlah kasus infeksi kini telah mencapai 1,34 juta orang.
Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam setahun terakhir mengalami pasang surut. Pada 3 Januari 2020, IHSG masih bertengger di 6.323. Indeks meninggalkan level 6.000 setelah ditutup di 5.940 pada 31 Januari 2021.
Memasuki Maret 2020, indeks seolah terjun bebas dan menuju titik nadir pada 24 Maret 2020. Saat itu, IHSG ditutup di level 3.937 atau turun 26,55 persen sejak awal tahun.
Laju Indeks Harga Saham Gabungan anjlok dalam laju tercepat sejak krisis 1998 pada kuartal I/2020, sebelum pulih secara gradual mulai pertengahan kuartal III/2020.
Pandemi menimbulkan kepanikan di lantai bursa. Investor berbondong melakukan aksi jual. Beberapa kali Bursa Efek Indonesia menerapkan trading halt untuk menahan laju koreksi.
Namun, saat IHSG berada di level terendah justru dimanfaatkan sebagai momentum bagi investor ritel domestik ramai-ramai masuk pasar saham. Dari sinilah, generasi baru investor saham muncul dan kerap disebut “investor generasi corona”
Pada periode Maret - Agustus 2020, IHSG bergerak fluktuatif di zona merah dengan tren meningkat. Walaupun pergerakan IHSG kembali tertekan setelah Agustus 2020, indeks resmi keluar dari teritori negatif pada pekan kedua November 2020.
Penguatan IHSG terus berlanjut hingga 1 Maret 2021 dengan capaian tertinggi berada pada level 6.435,20. Berdasarkan data Bloomberg, IHSG terpantau menguat 18,23 persen menjadi 6.338 selama setahun terakhir per 1 Maret 2021. Secara rata-rata dalam setahun terakhir IHSG bergerak pada level 5.271,74.
Baca Juga : Menimbang Kinerja & PER Saham LQ45 |
---|
Kinerja IHSG selama 2020 dan kemudian berlanjut hingga bulan ketiga 2021 tidak bisa dilepaskan dari peran investor domestik. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahkan mengakui kontribusi investor angkatan corona amat penting dalam menahan laju koreksi indeks.
Sepanjang 2020, investor asing mencatat net sell atau jual bersih senilai Rp47 triliun. Namun, indeks komposit sepanjang 2020 hanya terkoreksi 5 persen. Aksi jual atau net sell tertinggi dicatatkan pada November 2020 senilai Rp3,38 triliun, sebelum akhirnya investor asing masuk lagi pada Desember 2020 dengan beli bersih atau net buy senilai Rp3,34 triliun.
Tren berbalik di awal 2021. Investor asing mulai masuk kembali ke pasar modal. Sejak awal tahun, investor asing mencatat net buy di seluruh pasar sebanyak Rp11,54 triliun.
Direktur Utama BEI Inarno Djajadi mengatakan sepanjang 2020 banyak pencapaian luar biasa di bursa. Perkembangan positif tersebut berlanjut di 2021 ini, tecermin dari transaksi bursa di awal tahun.
Meski capaian di awal tahun ini sangat tinggi, Inarno menyatakan Bursa belum merevisi target RNTH 2021. Pada penutupan tahun lalu, Bursa menargetkan rata-rata transaksi harian bursa tahun ini mencapai Rp8,8 triliun.
Dia mengaku optimistis target tersebut dapat tercapai. Namun, dia tak menutup kemungkinan akan merevisi target itu jika capaian positif RNTH terus terjadi.
“Nanti pada saat revisi RKAT [Rencana Kerja Anggaran Tahunan] bulan September kita ubah kalau perbedaan cukup besar, kita masih ada kesempatan sekali untuk revisi ya,” ujar Inarno ketika dihubungi Bisnis, Senin (15/2/2021).
Sejumlah perusahaan sekuritas menyuarakan optimisme pemulihan kinerja IHSG pada 2021 sejak akhir tahun lalu. J.P. Morgan Sekuritas Indonesia, misalnya, memasang posisi sangat bullish/ Tak tanggung-tanggung, indeks diperkirakan mampu menguat paling tinggi ke level 6.800 pada akhir 2021.
Berdasarkan laporan riset terbaru yang dipublikasikan lewat Bloomberg, Head of Indonesia Research & Strategy J.P. Morgan Henry Wibowo menyebutkan target IHSG untuk 2021 pada level 6.800.
“Kami memperkirakan pertumbuhan EPS (Earning per Share) pada 2020 dan 2021 sebesar -28 persen dan 34 persen, menggunakan forward earnings multiple saat ini 16,7 kali dengan asumsi tidak ada re-rating/de-rating,” tulis Henry melalui riset.
Sentimen positif untuk pergerakan IHSG tahun ini di antaranya kepastian pemulihan ekonomi setelah vaksin Covid-19 ditemukan.
Pandemi yang mereda pun dinilai bakal dapat menarik investor asing untuk kembali masuk ke aset-aset berisiko di negara berkembang, seperti Indonesia.
Hal itu sejalan dengan penguatan rupiah yang berpotensi menguat ke level Rp13.500 pada tahun depan dan pertumbuhan ekonomi rebound hingga 4 persen.
“Kembalinya aliran dana asing bersamaan dengan pengembangan vaksin akan menjadi pendorong utama di pasar,” tulis Henry.
Kepala Riset PT MNC Sekuritas Edwin Sebayang mengatakan kedatangan vaksin menjadi sentimen positif bagi IHSG sejak akhir 2020.
Ketersediaan vaksin yang dapat menciptakan herd community pun bakal bisa kembali menggerakkan perekonomian sehingga sektor seperti konstruksi, properti, infrastruktur, bank, dan semen akan menarik.
“Target IHSG saya tetap di 5.652 kalau ada overshooting IHSG berpeluang ke 5.900—6.000,” jelasnya kepada Bisnis.