Bisnis.com, JAKARTA – Bursa Efek Indonesia (BEI) tetap akan mengeluarkan kebijakan terkait penutupan kode broker dan tipe investor, yang direncakan berlaku pada 26 Juli 2021.
Bahkan, ada ribuan investor yang menolak kebijakan tersebut. Adapun penolakan tersebut dilakukan melalui penandatanganan petisi di platform daring change.org yang digagas oleh pengguna bernama Bunga Trader dengan judul ‘Tolak Kebijakan BEI Terkait Penutupan Kode Broker & Tipe Investor’.
Petisi itu ditujukan kepada Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Inarno Djajadi dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso.
Menanggapi pro kontra tersebut, Direktur Perdagangan dan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo mengklaim justru mayoritas menyambut baik kebijakan tersebut lantaran dapat memperbaiki memperbaiki market conduct selanjutnya. Apalagi, lanjutnya, bursa di berbagai negara tidak mencantumkan kode broker dan domisili.
"Ini yang menyebabkan beratnya beban data transmisi di BEI. Trading engine yang kita pakai (buatan Nasdaq) dan data protocol yang baru (Itch and Ouch) terpaksa dimodifikasi utk mengakomodasi ini, karena ketika frekuensi transaksi naik beban sangat terasa. Kita harus ambil best practices yang ada di bursa lain," paparnya, Kamis (25/2/2021).
Menurut Laksono, program kerja yang disusun BEI bertujuan baik untuk investasi secara benar di masa mendatang. Setiap pihak juga tentunya berhak menyampaikan pendapat masing-masing.
Baca Juga
"Kita jalan terus dengan program kerja ini karena ini untuk kebaikan berinvestasi secara baik dan benar di masa mendatang. Setiap pihak tentunya berhak memberikan pendapat dan opininya, dan BEI berterima kasih atas input dan sarannya," imbuhnya.
Laksono Widodo menyampaikan penutupan kode broker dan tipe investor dimaksudkan untuk meningkatkan market governance dengan mengurangi herding behavior.
Selain itu, lanjutnya, kebijakan tersebut juga untuk mengurangi kebutuhan bandwidth data yang menyebabkan latency atau keterlambatan dalam aktivitas trading dikarenakan meningkatnya frekuensi transaksi akhir-akhir ini.
"Data-data transaksi lengkap tetap dapat di akses di akhir hari. Ini tidak membuat bursa semakin tertutup karena memang begitu praktiknya di bursa lain di dunia," kata Laksono.
Kendati begitu, justru muncul banyak penolakan atas kebijakan yang akan dilakukan BEI karena dianggap tidak berpihak dan sangat merugikan investor dan trader ritel.
Sementara itu, Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Wijoyo Prasetio mengatakan tentunya kebijakan tersebut akan membuat riakan para pelaku pasar, terutama investor ritel. Hal ini terjadi karena dewasa ini banyak investor baru menganggap pasar bursa adalah instrument yang dapat menghasilkan keuntungan dalam waktu relatif singkat.
Dalam hal ini, lanjutnya, seringkali strategi yang dilakukan adalah "bandarmology", yang umum dilakukan dengan hanya mengikuti pergerakan broker-broker tertentu yang dianggap sebagai bandar atau pengerak pasar, dengan hanya melihat kode broker yang ditampilkan di running trade.
"Jadi investor ini tidak melakukan analisa fundamental lebih mendalam sebelum membeli saham tersebut," terang Frankie saat dihubungi Bisnis, Kamis (25/2/2021).
Namun, dari kaca mata investor, terutama investor ritel kebijakan tersebut dianggap merugikan. Pasalnya, kata Frankie, ada jenis investor yang cukup konservatif, yang telah melakukan riset pada suatu saham, namun memerlukan momentum yang tepat untuk masuk maupun melepas sahamnya.