Bisnis.com, JAKARTA – Harga tembaga menembus level US$9.000 per ton seiring dengan lonjakan pemulihan permintaan yang akan memicu keterbatasan pasokan komoditas ini.
Berdasarkan data Bloomberg pada Senin (22/2/2021), harga tembaga dengan kontrak tiga bulan di London Metal Exchange (LME) terpantau sempat naik hingga US$9.187 per ton pada perdagangan di Singapura. Harga tersebut juga merupakan level tertinggi dalam sembilan tahun atau sejak 2011 lalu.
Reli harga yang terjadi memperpanjang rekor positif tembaga dengan kenaikan selama 11 bulan beruntun. Kenaikan harga komoditas penting dalam rantai industri elektronik salah satunya ditopang oleh ekspektasi lonjakan konsumsi pasca-pandemi virus corona tidak akan mampu diimbangi oleh output dari produsen.
Kinerja tembaga berbanding terbalik denga emas yang tengah tersungkur. Pekan lalu harga logam mulia tersebut telah anjlok 3,3 persen sedangkan, sepanjang 2021, harga emas telah terkoreksi 7,1 persen, atau tren harga terburuk di awal tahun sejak 1991 lalu.
Adapun, komoditas logam dasar seperti tembaga dan nikel juga ditopang oleh prospek penggunaan energi terbarukan yang mayoritas bahan bakunya menggunakan kedua komoditas tersebut. Laju penguatan ini membuat para pelaku pasar memperdebatkan terkait munculnya super cycle dalam pergerakan harga komoditas.
Kenaikan harga tembaga berbalik 180 derajat setelah sempat anjlok pada awal bulan Februari. Hal tersebut disebabkan oleh sikap investor yang meminta tambahan stimulus serta menurunnya permintaan dari China.
Baca Juga
Namun, tren tersebut langsung terhapuskan seiring dengan aktivitas pabrik yang terus berjalan selama perayaan tahun baru imlek di China. Di sisi lain, harapan terhadap naiknya inflasi seiring dengan pemulihan ekonomi dari pandemi virus corona turut mengerek naik harga tembaga.
Analis Goldtrust Futures Co., Jia Zheng mengatakan, sentimen pasar tembaga saat ini sangat baik. Para pelaku pasar juga tengah mengantisipasi datangnya siklus baru dari pergerakan inflasi global.
Terkait pemulihan permintaan dari China, Zheng mengatakan, investor dari negara tersebut masih memantau kabar kemunculan stimulus tambahan dari AS dan Eropa setelah melewati periode perayaan tahun baru imlek.
“Secara fundamental, tingkat permintaan China telah melewati perkiraan. Hal tersebut didukung oleh pembatasan pergerakan yang meningkatkan konsumsi tembaga, jelasnya dikutip dari Bloomberg pada Senin (22/2/2021).