Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kurs Dolar, Sentimen Stimulus jadi Pemberat?

Kurs dolar tercatat mengalami pelemahan pada pekan lalu.
Karyawan menunjukan Dolar AS di Jakarta, Rabu (27/1/2021). Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 15 poin atau 0,11 persen menjadi Rp14.050 per dolar AS. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan menunjukan Dolar AS di Jakarta, Rabu (27/1/2021). Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 15 poin atau 0,11 persen menjadi Rp14.050 per dolar AS. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Indeks dolar AS diperkirakan lanjut melemah terlebih pada masa pemulihan ekonomi global saat ini.

Mengutip data Bloomberg, Minggu (7/2/2021), indeks yang mengukur kekuatan dolar AS terhadap sekeranjang mata uang utama dunia terdepresiasi 0,57 persen sepanjang pekan lalu menjadi 91.000. Meski begitu diukur sejak awal tahun, indeks dolar AS masih tumbuh 1,17 persen.

Sementara itu, euro langsung menguat 0,73 persen di hadapan dolar AS menjadi US$1,20 per euro. Begitu pula yen Jepang naik 0,12 persen dan poundsterling tumbuh 0,42 persen terhadap dolar AS.

Pelemahan dolar AS pada akhir pekan lalu dipicu rilis Departemen Tenaga Kerja AS yang mengumumkan tingkat tenaga kerja di luar pertanian (non-farm employment) pada Januari tercatat sebesar 49.000 atau lebih rendah dari konsensus 85.000.

Namun, realisasi itu sudah lebih baik ketimbang penurunan sebesar 227.000 pada Desember 2020.

Selanjutnya tingkat pengangguran juga naik 6,3 persen walaupun lebih baik dibandingkan periode sebelumnya namun berada di bawah perkiraan sebesar 6,7 persen.

Realitas data menimbulkan pesimisme bahwa pertumbuhan ekonomi di AS tidak akan terlalu masif. Dengan demikian, nilai paket stimulus yang akan dikeluarkan oleh Presiden AS Joe Biden untuk menggairahkan perekonomian diprediksi akan terus meningkat.

Stimulus fiskal raksasas di AS akan menyebabkan dolar kelebihan likuiditas yang seterusnya akan menggerus nilai dolar.

Presiden Biden sudah mengajukan paket stimulus senilai US$1,9 triliun. Akan tetapi, Partai Republik masih menahan distribusinya karena menunggu efektivitas stimulus US$900 miliar terhadap perekonomian yang diluncurkan pada Desember 2020.

“Tanpa stimulus tambahan, ekonomi kita akan terus sulit. Kita butuh untuk melanjutkan aksi dan harus cepat,” kata Anggota Penasihat Ekonomi Gedung Putih Heather Boushey, seperti dikutip Bloomberg, Minggu (7/2/2021).

Adapun, sektor swasta di AS belum pulih karena beberapa pemangkasan tenaga kerja di sektor peritel, transportasi dan pergudangan, serta layanan jasa hiburan. Sementara di sektor lainnya terpantau tumbuh moderat.

Di sisi lain, data terbaru dari Departemen Ketenagakerjaan AS juga menunjukkan hal positif seperti warga AS bekerja lebih lama dari biasa. Juga terdapat kenaikan tenaga kerja di sektor layanan jasa sementara.

Ekonom Bank of America Corp. Joseph Song dan Alexander Lin mengatakan data ekonomi terbaru di AS itu menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja belum kehilangan ketidakpastian.

“Tapi sudah ada tanda-tanda bahwa hal baik akan segera datang,” tulis Song dan Lin dalam catatannya.

Saat dolar AS melemah saat rilis data tersebut, yield obligasi treasury AS bertenor 10 tahun menanjak hingga 1,18 persen sebelum akhirnya kembali menguat.

Adapun, penguatan yield treasury biasanya akan menopang dolar AS karena keduanya bergerak beriringan selama beberapa sesi terakhir.

DBS Group Holdings Ltd. memperkirakan yield treasury bisa turun hingga 1,50 persen yang mengindikasikan pemulihan ekonomi Negeri Paman Sam.

Data Komisi Perdagangan Komoditas Berjangka menunjukkan penurunan dolar AS yang terdalam sejak awal tahun ini membuat pelaku pasar belum mengubah pandangan bearish terhadap greenback di masa depan.

“Ini masih terlalu cepat untuk menyebutkan tren ke depannya,” tulis Komisi Perdagangan Komoditas Berjangka dalam catatan.

 

JENUH BELI

Chief Manager for FX Margin Trading Ueda Harlow Ltd. Toshiya Yamauchi menambahkan bahwa dolar AS sudah masuk teritori jenuh beli tetapi optimisme kenaikan di masa depan cukup kuat.

Sebelumnya, dolar AS telah reli dari penurunan pada 2020. Pergerakan dolar AS pun menembus level resisten utamanya dibandingkan mata uang dunia lain, misalnya menembus rata-rata moving average (MA) 200 terhadap yen Jepang.

Sejak awal tahun ini, dolar AS sudah menguat 2 persen terhadap yen menjadi 105,61 yen per dolar AS.

“Pelaku pasar mencoba menolak katalis negatif untuk dolar AS dan mencari katalis positif,” ujar Yamauchi.

Chief Currency Strategist Mizuhi Securities Co. Masafumi Yamamoto menambahkan pelebaran diferensiasi yield antara dolar AS dan yen Jepang akan membawa nilai menjadi 108 yen per dolar AS pada akhir tahun.

“Kombinasi stimulus fiskal AS, perlambatan infeksi virus korona, dan distribusi vaksin menjadi paket komplit pelemahan yen di hadapan dolar,” kata Yamamoto.

Head of Asia Research ANZ Singapore Khoon Goh mengatakan pelemahan dolar AS ini akan sementara. Dolar AS berpotensi rebound dalam jangka pendek dan kembali menekan nilai tukar di wilayah Asia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper