Bisnis.com, JAKARTA - Emiten semen PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. menargetkan pertumbuhan volume penjualan sebesar 4 persen pada tahun ini.
Dengan realisasi penjualan perseroan sepanjang 2020 sebesar 16,5 juta ton, kenaikan 4 persen akan membawa target volume penjualan semen emiten dengan kode saham INTP tersebut menjadi 17,16 juta ton.
Kendati target pertumbuhan tahun ini lebih baik dibandingkan kontraksi 8 persen pada 2020, target tersebut masih di bawah realisasi penjualan pada 2018 sebesar 18,1 juta ton.
Direktur dan Sekretaris Perusahaan Indocement Tunggal Prakarsa Antonius Marcos mengatakan target pertumbuhan 4 persen dipasang dengan optimisme dunia usaha akan kembali bergeliat setelah vaksinasi Covid-19.
“Kami meyakini dengan telah dilakukannya vaksinasi kepada masyarakat maka optimisme dan pergerakan dunia usaha akan kembali menggeliat,” kata Marcos kepada Bisnis, Senin (18/1/2021) malam.
Selain itu, Marcos juga menyebut Sovereign Wealth Fund (SWF) yang dibentuk pemerintah akan menjadi katalis positif bagi industri infrastruktur termasuk produsen semen.
Baca Juga
Pabrik dan terminal dari produsen semen Tiga Roda itu pun dinyatakan siap untuk menopang pertumbuhan permintaan tersebut.
Dalam riset yang dipublikasikan lewat Bloomberg, J.P. Morgan Sekuritas Indonesia memprediksi emiten sektor semen seperti INTP akan menjadi primadona pada tahun ini. Salah satu alasan pendorongnya yakni pembentukan SWF.
Lembaga perbankan investasi asal Amerika Serikat itu memproyeksikan pertumbuhan volume industri semen Indonesia pada kisaran 4 persen — 5 persen pada 2021.
Sektor semen akan menjadi penerima manfaat utama dari pemulihan ekonomi domestik mengingat pemerintah tetap fokus kepada pembangunan infrastruktur untuk tahun ini.
J.P. Morgan menegaskan rekomendasi overweight untuk INTP dengan target harga dikerek naik menjadi Rp18.000 dari sebelumnya Rp17.300.
Rekomendasi bullish J.P. Morgan untuk INTP memiliki beberapa alasan, salah satunya neraca kas bersih yang kuat dengan dividen yield yang konsisten.
Selain itu, INTP memiliki fokus kuat di wilayah Pulau Jawa dengan potensi pertumbuhan lebih tinggi pada 2021 atau setelah terpukul selama pembatasan sosial akibat dampak Covid-19.
Kendati demikian, J.P. Morgan menggarisbawahi risiko penurunan dari target harga dan rekomendasi yakni perang harga yang semakin intensif, intervensi pemerintah terhadap harga, hilangnya pangsa pasar pemain baru, dan pembatasan Covid-19 yang lebih lama dari perkiraan karena peningkatan kasus baru.