Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Larangan Impor Minyak Sawit asal Malaysia oleh AS Warnai Pasar CPO Awal 2021

Badan Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS mengumumkan larangan impor pada Rabu (30/12/2020) lalu terkait adanya dugaan kerja paksa di perkebunan sawit asal Malaysia, Sime Darby Plantation Bhd.
Seorang pekerja mengumpulkan buah kelapa sawit di dalam sebuah pabrik minyak sawit di Sepang, di luar Kuala Lumpur, Malaysia. / REUTERS - Samsul Said
Seorang pekerja mengumpulkan buah kelapa sawit di dalam sebuah pabrik minyak sawit di Sepang, di luar Kuala Lumpur, Malaysia. / REUTERS - Samsul Said

Bisnis.com, JAKARTA — Kisruh larangan impor dari pemerintah Amerika Serikat (AS) terhadap minyak sawit asal Malaysia yang masih terus berlanjut akan jadi salah satu sentimen yang mewarnai pasar crude palm oil (CPO) pada awal 2021.

Seperti dilansir dari Bloomberg, Badan Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS mengumumkan larangan impor pada Rabu (30/12/2020) lalu terkait adanya dugaan kerja paksa di perkebunan sawit asal Malaysia, Sime Darby Plantation Bhd.

Larangan impor CPO bukan yang pertama kalinya dilakukan pemerintah AS. Sebelumnya, mereka juga menerapkan tindakan serupa terhadap FGV Holdings Bhd. Malaysia dan Top Glove Corp., pembuat sarung tangan karet terbesar di dunia.

Adapun, Malaysia menyatakan ketidaksetujuannya atas tindakan drastis yang diambil oleh AS yang menghentikan impor minyak sawit (crude palm oil/CPO) dan produk turunan dari salah satu perusahaan produsen sawit terbesar di dunia itu.

Menteri Komoditas Malaysia Mohd Khairuddin Aman Razali mengatakan tindakan AS tersebut dilakukan tanpa mengonfirmasi ke pemerintah Malaysia. Pun, AS juga tidak memberikan kesempatan Sime Darby untuk membuktikan bahwa tuduhan itu tak berdasar.

“Kementerian mengakui memang pernah ada masalah terkait kerja paksa dan pekerja anak di perkebunan kelapa sawit di Malaysia, tetapi kasus tersebut sangat terisolasi, ini berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 2018,” tuturnya, seperti dikutip dari Bloomberg, Minggu (3/12/2020).

Akibat larangan tersebut saham Sime Darby jatuh ke level terendah selama sebulan terakhir di bursa Kuala Lumpur. Perusahaan akhirnya angkat bicara dan menegaskan bahwa perusahaan telah menerapkan kebijakan untuk melindungi hak-hak pekerja.

Sime Darby juga menyatakan bahwa mereka sedang meninjau dampak dari larangan tersebut. Mereka menyebut pihak AS tidak memberikan informasi yang cukup untuk menangani tuduhan tersebut secara menyeluruh.

Di sisi lain, Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) menyatakan pihaknya telah segera melakukan penyelidikan atas pelanggaran baru yang disebut AS. Pun, tinjauan awal atas temuan audit awal 2020 tak menyiratkan ada pelanggaran yang dilakukan (no red flags).

Sementara itu, harga minyak sawit berjangka terus melonjak ke level tertinggi sejak 2012 seiring permintaan yang kuat dan pasokan yang ketat membayangi kekhawatiran tentang larangan impor AS atas impor dari Sime Darby Plantation Bhd Malaysia.

Harga CPO di bursa Kuala Lumpur berfluktuasi sebelum akhirnya menguat 0,4 persen lebih tinggi. Penguatan masih mampu dicetak meski pemerintah AS telah mengumumkan larangan impor minyak sawit asal Malaysia.

Pemilik Palm Oil Analytics di Singapura, Sathia Varqa mengatakan ada dukungan kuat dari naiknya harga minyak kedelai yang lebih tinggi serta kenaikan ekspor Malaysia yang luar biasa pada akhir tahun.

Data per Kamis (31/12/2020) menunjukkan ekspor Malaysia pada Desember 2020 melonjak sekitar 20 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

Harga minyak sawit sendiri telah menguat lebih dari 80 persen sejak titik terendahnya di bulan Mei. Sejalan dengan pasokan yang diperketat karena kekurangan pekerja migran di Malaysia dan banjir yang melanda perkebunan.

Di saat yang sama, optimisme terkait vaksin Covid-19 telah meningkatkan proyeksi ekonomi dan mendorong permintaan. Meskipun demikian, larangan impor dari menjadi alarm bahwa reputasi minyak nabati yang paling banyak dikonsumsi di dunia ini tetap berisiko.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper