Bisnis.com, JAKARTA – PT Delta Dunia Makmur Tbk akan menggelontorkan dana belanja modal hingga US$100 juta untuk tahun 2021.
Direktur Delta Dunia Makmur Eddy Porwanto mengatakan, perseroan memastikan jumlah anggaran belanja modal akan lebih tinggi dibandingkan dengan 2020. Hal ini terjadi seiring dengan mulai membaiknya harga batu bara dunia.
Sesuai dengan rencana tersebut, emiten bersandi saham DOID tersebut akan menganggarkan belanja modal atau capital expenditure (capex) di kisaran US$100 juta. Dana tersebut terutama akan digunakan untuk pembelian alat-alat tambang baru.
“Untuk saat ini memang masih ada beberapa peralatan yang belum beroperasi. Tetapi, seiring dengan harga batu bara yang naik, kami harus mengantisipasi kemungkinan permintaan yang tinggi dari pelanggan ataupun dari kontrak-kontrak baru,” katanya dalam paparan publik perusahaan secara daring pada Jumat (18/12/2020).
Selanjutnya, Eddy mengatakan pihaknya belum melihat adanya perbaikan signifikan pada kinerja perusahaan hingga akhir tahun 2020. Menurutnya, perusahaan masih akan menghadapi sejumlah tantangan hingga akhir kuartal IV/2020, utamanya dari sisi produksi.
Ia menjelaskan, meskipun harga batu bara telah naik, namun jumlah produksi perusahaan belum mencatat tren serupa. Pasalnya, jumlah persediaan batu bara yang dimiliki harus menurun terlebih dahulu sebelum DOID dapat kembali memulai produksi.
Baca Juga
"Untuk menaikkan produksi juga perlu perencanaan yang matang, ditambah juga dengan curah hujan yang saat ini semakin tinggi yang menambah persiapan yang harus dilakukan. Kemungkinan hingga akhir tahun ini laba/rugi perusahaan tidak akan berubah secara signifikan," kata Eddy.
Berdasarkan laporan keuangan perseroan, DOID membukukan pendapatan sebesar US$494,17 juta hingga kuartal III/2020. Pencapaian itu turun 28,41 persen dibandingkan dengan US$690,33 juta perolehan pada kuartal III/2019.
Adapun, kontribusi pendapatan terbesar berasal dari PT Berau Coal sebesar US$237,35 juta atau sekitar 48 persen dari keseluruhan total pendapatan, disusul oleh pendapatan dari PT Adaro Indonesia sebesar US$62,03 juta sekitar 13 persen, dan dari PT Indonesia Pratama sebesar US$50,48 juta sekitar 10 persen dari keseluruhan pendapatan.
Sejalan dengan penurunan pendapatan, beban pokok pendapatan perseroan juga menurun menjadi US$431,59 juta, lebih rendah daripada perolehan kuartal III/2019 sebesar US$567,79 juta.
Selain itu, perseroan pun tampak berhasil menekan sejumlah beban walaupun beban lain-lain membengkak menjadi US$14,06 juta dibandingkan dengan kuartal III/2019 sebesar US$4,2 juta.
Dari situ, DOID membukukan rugi bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$3,69 juta. Perolehan itu berbanding terbalik dengan periode yang sama tahun lalu, perseroan berhasil membukukan laba bersih sebesar US$28,14 juta.