Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kemungkinan Lockdown di AS, Saham Asia Merosot

Saham merosot di Jepang, Korea Selatan dan Australia. S&P 500 berjangka naik 0,2 persen setelah indeks jatuh untuk sesi keempat, membatasi penurunan terpanjang sejak September hingga diperdagangkan sekitar 1,5 persen di bawah rekor 8 Desember.
Salah satu layar perdagangan di bursa saham China./Bloomberg
Salah satu layar perdagangan di bursa saham China./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Saham Asia melayang pada Selasa setelah sesi beragam di Wall Street, karena investor melihat prospek paket pengeluaran federal dan kemungkinan pembatasan ekonomi terkait penyebaran virus lebih lanjut. Namun demikian dolar tetap stabil.

Saham merosot di Jepang, Korea Selatan dan Australia. S&P 500 berjangka naik 0,2 persen setelah indeks jatuh untuk sesi keempat, membatasi penurunan terpanjang sejak September hingga diperdagangkan sekitar 1,5 persen di bawah rekor 8 Desember.

Indeks Topix Jepang turun 0,5 persen dan Kospi di Korea Selatan terpangkas 0,4 persen. Sedangkan, S&P/ASX 200 juga turun 0,5 persen.

Produsen obat memimpin Indeks Nasdaq 100 lebih tinggi setelah Alexion Pharmaceuticals Inc. setuju untuk dibeli oleh AstraZeneca Plc. Produsen energi jatuh setelah OPEC memangkas perkiraan permintaannya. Minyak berfluktuasi dan treasury sedikit berubah.

Di tempat lain, Indeks Ibovespa Brasil menghapus kerugian untuk tahun ini. Pedagang Asia akan mencari data produksi industri dan penjualan ritel dari China.

Optimisme investor tentang dimulainya suntikan vaksin telah memberi jalan untuk kekhawatiran apakah RUU stimulus dari kelompok bipartisan anggota parlemen akan mendapatkan daya tarik setelah dirilis nanti.

Virus terus menyebar luas di AS, mengancam pembatasan yang lebih ketat di seluruh negara, dan pemerintah Eropa juga memperketat tindakan. Walikota New York City Bill de Blasio memperingatkan bahwa orang harus bersiap untuk lockdown total.

"Tanda-tanda kelelahan pasar lebih umum hari ini daripada sebulan yang lalu, bahkan ketika rata-rata populer mendekati titik tertinggi sepanjang masa," tulis Paul Nolte, manajer portofolio di Kingsview Investment Management, dilansir Bloomberg, Selasa (15/12/2020).

"Koreksi yang ditunggu-tunggu bisa datang karena investor bosan dengan Washington, khawatir tentang kasus Covid selama liburan, atau beberapa kekhawatiran lain yang kemungkinan akan berlalu dalam beberapa bulan," lanjutnya.

Sementara itu, Joe Biden secara resmi merebut kursi kepresidenan setelah Electoral College mengkonfirmasi kemenangannya pada hari Senin, memberikan tekanan pada Senat Partai Republik dan lainnya yang telah menolak untuk mengakui kemenangannya yang luar biasa untuk akhirnya mengakui bahwa Presiden Donald Trump kalah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper