Bisnis.com, JAKARTA – Emiten restoran cepat saji PT Fast Food Indonesia Tbk. (FAST) harus menelan kerugian akibat penurunan penjualan di tengah pandemi Covid-19.
Direktur Fast Food Indonesia Shivashish Pandey mengatakan terdapat 33 gerai KFC Indonesia yang tidak beroperasi hingga saat ini karena berada tepat di lokasi transit lalu lalang orang seperti bandara dan stasiun yang disarankan untuk tidak beroperasi terlebih dahulu.
Di sisi lain, perseroan juga banyak menonaktifkan gerai yang berada di gedung pusat perbelanjaan dan properti lainnya karena kebijakan pengelola gedung tempat gerai berada.
“Kami sudah lakukan beberapa inisiatif pengurangan biaya termasuk operasional, gaji, rental, listrik. Tapi kita tetap dapat kerugian Rp20 miliar sampai Rp30 miliar sebulan,” ungkapnya, Kamis (10/12/2020).
Adapun, perseroan memang gencar melakukan promosi seperti diskon 50 persen untuk beberapa hari dalam satu minggu. Promosi ini dianggap mampu mendorong kenaikan penjualan selama periode pandemi seperti saat ini.
“Penjualan kita turun 30-35 persen karena gerai kita yang ada di mall. Kita punya 233 gerai di mal dimana semua penjualan turun, sementara gerai freestanding dan in-line penurunannya tidak begitu berat hanya 15-20 persen,” sambungnya.
Baca Juga
Penurunan pendapatan ini diakibatkan oleh limitasi pelayanan orang yang hanya sebesar 50 persen dari kapasitas gedung dan perubahan jam operasional di masa PSBB.
Sementara, Shivashish merincikan penjualan dari kanal drive thru menyumbang sekitar 10 persen, diikuti dengan penjualan melalui distribusi home delivery dan aggregator melalui Grabfood serta Gofood yang berkontribusi 14 persen dari total pendapatan.
Menariknya, penjualan take away naik dari sekitar 35 persen sebelum pandemi menjadi 65 persen setelah pandemi dari total pendapatan hingga September 2020.
“Jadi dine in kita turun, tapi take away kita tetap masih ada. Jadi konsumer kita mau ke toko dan ambil barangnya sendiri,” tutupnya.
Berdasarkan laporan keuangan perseroan per September 2020, emiten berkode saham FAST tersebut membukukan rugi periode berjalan sebesar Rp298,33 miliar. Berbanding terbalik dengan posisi keuntungan sebesar Rp175,7 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Kerugian tersebut memang disebabkan oleh koreksi pendapatan sebesar 28,47 persen secara tahunan menjadi hanya Rp3,59 triliun.
Pendapatan terbesar perseroan masih dicatatkan oleh penjualan makanan dan minuman kepada pihak ketiga yang berkontribusi sebesar Rp3,54 triliun, diikuti dengan penjualan konsinyasi CD sebesar Rp41,5 miliar hingga akhir kuartal ketiga 2020.
Berdasarkan segmen geografisnya, pendapatan perseroan paling banyak berasal dari restaurant support center (RSC) Jakarta yang berkontribusi sebesar Rp1,28 triliun, diikuti oleh RSC lainnya senilai Rp1,11 triliun, dan RSC Makassar sebesar Rp417,35 miliar.