Bisnis.com, JAKARTA - Pasar obligasi Indonesia diprediksi tetap atraktif setidaknya hingga awal tahun 2021 mendatang. Kebijakan moneter yang longgar dan tingkat imbal hasil atau yield yang masih tinggi menjadi daya tarik bagi investor.
Head of Economics Research Pefindo Fikri C Permana mengatakan, pasar obligasi Indonesia masih menjanjikan hingga awal tahun 2021 mendatang. Hal ini salah satunya ditopang oleh kebijakan pemangkasan suku bunga acuan yang kembali dilakukan Bank Indonesia beberapa pekan lalu.
Pemangkasan ini juga ditopang oleh kebijakan akomodatif dari bank sentral di dunia. Menurut Fikri, saat ini hampir seluruh bank sentral di dunia menerapkan kebijakan moneter yang ultra longgar.
Selain itu, tren stimulus fiskal yang dikucurkan oleh bank sentral serta negara-negara di dunia juga turut menguntungkan pasar obligasi Indonesia.
"Kebijakan ini akan meningkatkan likuiditas global sehingga aliran modal asing melalui obligasi kemungkinan akan ikut naik," katanya saat dihubungi Bisnis, Kamis (26/11/2020).
Fikri melanjutkan, tingkat imbal hasil obligasi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, masih lebih tinggi dibandingkan negara-negara maju. Sentimen ini akan membuat obligasi Indonesia semakin dilirik oleh investor asing.
Baca Juga
Sentimen risk on dari pelaku pasar global juga semakin diperkuat dengan terpilihnya Joe Biden sebagai presiden AS dan transisi kekuasaan di Negeri Paman Sam yang telah dimulai.
"Beberapa menteri yang mengisi kabinet Biden juga disambut positif oleh pasar karena kebanyakan mendukung stimulus fiskal untuk meningkatkan permintaan masyarakat AS. Dengan pemulihan ekonomi AS, maka perekonomian juga akan pulih lebih cepat," jelasnya.
Fikri menuturkan, spread atau selish antara yield surat berharga negara (SBN) Indonesia dengan US Treasury bertenor 10 tahun saat ini juga masih cukup menarik. Ia mengatakan, saat ini selisihntara SBN dan US Treasury adalah sebesar 550 basis poin. Celah ini lebih besar dibandingkan spread pada 2018 - 2019 lalu yang berada di level 450 hingga 550 basis poin.
"Ini menjadi daya tarik bagi investor asing untuk masuk ke pasar obligasi Indonesia. Apalagi, pergerakan nilai rupiah juga cenderung stabil," katanya.
Fikri memperkirakan, tingkat yield obligasi Indonesia hingga akhir tahun kemungkinan akan berada di kisaran 6 persen hingga 6,4 persen. Meski demikian, menurutnya potensi penurunan yield masih terbuka pada awal tahun mendatang seiring dengan kondisi perekonomian yang mulai pulih.
"Kalaupun suku bunga acuan BI tidak kembali turun tahun depan, ruang penurunan masih ada. Bila BI memutuskan untuk memangkas kembali suku bunga acuan, maka penurunan yield akan lebih cepat," katanya.