Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga pemeringkat Moody’s Investors Services mengubah outlook atau prospek PT Indosat Tbk dari “negatif” menjadi “stabil”. Moody’s juga menegaskan peringkat (rating) Baa3 untuk emiten telekomunikasi tersebut.
Analis Moody’s Stephanie Cheong mengatakan perubahan outlook tersebut merefleksikan kemajuan dari kinerja operasional Indosat, sejalan dengan ekspektasi bahwa perseroan mampu mempertahankan posisinya di pasar.
“Di waktu yang sama kami juga berekspektasi perseroan bisa menjaga kinerja keuangannya dalam 12—18 bulan ke depan,” tulis Cheong dalam publikasi Moody’s, seperti dikutip Bisnis, Kamis (26/11/2020).
Sementara itu, Moody’s masih menyematkan rating Baa3 untuk perusahaan bersandi ISAT tersebut. Hal ini didasarkan kepada ekspektasi Moody’s tentang kemungkinan support yang tinggi dari induk usaha ISAT yakni Ooredoo Q.P.S.C. ketika dibutuhkan.
Moody’s menilai, meski di sektor seluler Indonesia terjadi persaingan ketat, kinerja operasional dan keuangan ISAT telah meningkat dalam beberapa kuartal terakhir seiring pertumbuhan pendapatan data dan peningkatan jaringan.
Lembaga pemeringkat ini memperkirakan laju pertumbuhan pendapatan ISAT akan melambat dalam 12—18 bulan ke depan mengingat persaingan yang meningkat dan kondisi ekonomi yang tengah melemah.
Baca Juga
“Namun, permintaan data yang kuat serta kualitas jaringan yang meningkat setelah investasi perseroan untuk memperluas jaringan 4G akan mendukung pertumbuhan pendapatan yang moderat yakni sekitar 5 persen selama 12-18 bulan mendatang,” tulis Cheong.
Selain itu, Moody's juga memperkirakan ISAT akan mempertahankan belanja modal dengan intensitas tinggi, dengan perkiraan capex sekitar 42—46 persen dari pendapatan perseroan selama 12-18 bulan ke depan, seiring agresivitas ekspansi perseroan di luar Jawa.
Dari sisi likuiditas, Moody’s menilai posisi likuiditas ISAT saat ini dalam kondisi baik dengan cash dan cash equivalents per 30 September 2020 sebesar Rp4,0 triliun fasilitas revolver sebesar Rp5,1 miliar. Plus, arus kas operasi sekitar Rp6,1 triliun untuk 12 bulan ke depan.
“Ini akan cukup untuk menutupi hutang yang jatuh tempo sebesar Rp3,4 triliun dan proyeksi belanja modal Rp10,0 triliun,” kata Cheong.