Bisnis.com, JAKARTA – Peluang fenomena aksi window dressing yang dilakukan oleh manajer investasi (MI) untuk memoles kinerja produk reksa dana berbasis saham pada akhir tahun ini masih terbuka lebar kendati indeks sudah melambung tinggi.
Berdasarkan data Bloomberg, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup pada level 5.701,029, menguat 0,85 persen atau 48,265 poin, level tertingginya sejak 8 bulan belakangan.
Selama sebulan terakhir, indeks acuan naik signifikan 12,08 persen, yang menandakan laju pergerakan indeks yang cukup cepat. Meskipun, secara year to date, indeks masih terkoreksi 9,41 persen.
Head of Market Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan peluang fenomena window dressing yang dilakukan oleh MI masih terbuka lebar selama tidak ada sentimen negatif yang datang tiba-tiba.
“Akhir tahun IHSG bisa ke level 5.800 paling tidak, karena penguatan di bulan November dan indeks tidak pernah negatif di bulan Desember,” ungkapnya kepada Bisnis, Selasa (24/11/2020).
Wawan merincikan rata-rata kenaikan indeks selama bulan Desember berkisar 3 persen. Sehingga dengan target kenaikan terkecil semisalnya 1 persen pun, dia meramal indeks masih berpeluang menuju ke level 5.800.
Baca Juga
Katalis yang paling ditunggu oleh investor saat ini adalah perkembangan distribusi vaksin dan optimisme pemulihan ekonomi yang semakin baik kedepannya tercermin dari laporan keuangan emiten pada kuartal keempat.
Karenanya, investor saat ini sedang memborong saham perusahaan yang dianggap memiliki fundamental yang baik dan valuasinya masih sangat murah.
Di sisi lain, Wawan pun memprediksi peluang indeks terkoreksi wajar ke level 5.500 juga masih besar mengingat penguatan yang cukup tinggi dalam periode yang sangat singkat.
Dia menjelaskan urgensi MI untuk mengocok ulang portofolio saham pada produk reksa dana berbasis saham tidak terlalu dibutuhkan mengingat dalam sebulan terakhir emiten berkapitalisasi besar mencatatkan kenaikan harga saham tertinggi yang akhirnya berpengaruh pada indeks acuan.
“Diversifikasi pada mid caps atau small caps bisa, tapi motor penggeraknya masih pada big caps. Karena kalau lihat dalam sebulan terakhir, asing sudah mulai masuk dan sepanjang valuasi masih murah pasti yang diincar (big caps) dulu pasti,” terang Wawan.
Lebih lanjut, Wawan menyatakan sektor saham yang masih prospektif hingga akhir tahun ini masih dipimpin oleh perbankan. Sektor pertambangan juga dianggapnya tumbuh cepat sekali pada tahun ini terutama yang bersinggungan dengan komoditas nikel, meski secara valuasi sudah terlalu mahal.
“Menurut saya yang masih bisa diharapkan adalah consumer goods karena naiknya belum terlalu tinggi seperti yang lain, karena penurunannya pun tidak sedalam yang lain, dan sektor aneka industri serta infrastruktur,” sambungnya.
Meskipun pada Desember 2020 indeks diprediksi akan menguat, namun MI disarankannya untuk juga melihat peluang dan tantangan pada 2021 mendatang. Pada 2021, lanjutnya, risiko ketidakpastian masih tetap tinggi terutama dari sentimen vaksin yang menjadi motor penggerak ekonomi.
Wawan menyarankan MI untuk terus berjaga-jaga untuk mengantisipasi kinerja negatif produk reksa dana berbasis saham yang mungkin akan terulang lagi pada tahun depan.