Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Moody’s Kupas Merger Perbankan Syariah BUMN dan Ramal Nasib BRIS

Moody’s angkat bicara soal perjanjian penggabungan bersyarat atau conditional merger agreement (CMA) yang diteken oleh PT Bank BRIsyariah Tbk. (BRIS), PT Bank BNI Syariah (BNIS), dan PT Bank Syariah Mandiri (BSM) pada Senin (12/10/2020).
Monitor menampilkan nama Moody's Corp./ Bloomberg - Michael Nagle
Monitor menampilkan nama Moody's Corp./ Bloomberg - Michael Nagle

Bisnis.com, JAKARTA —  Moody’s Investors Service turut memberikan komentar terkait rencana merger perbankan syariah pelat merah.

Moody’s angkat bicara soal perjanjian penggabungan bersyarat atau conditional merger agreement (CMA) yang diteken oleh PT Bank BRIsyariah Tbk. (BRIS), PT Bank BNI Syariah (BNIS), dan PT Bank Syariah Mandiri (BSM) pada Senin (12/10/2020).

“Ini akan menjadi kredit positif bagi perbankan syariah di Indonesia karena akan menciptakan entitas syariah dengan skala yang lebih besar secara signifikan sehingga akan mendorong efisiensi dan daya saing keseluruhan sektor ini,” tulis Tim Analis Moody’s dalam riset yang dipublikasikan, Selasa (20/10/2020).

Lembaga pemeringkat internasional itu memperkirakan aset gabungan BRIS, BSM, dan BNIS akan menyumbang sekitar 2 persen dari total aset perbankan di Indonesia atau setara dengan 40 persen aset perbankan syariah per 30 Juni 2020.

“Merger yang diusulkan, yang diharapkan para pihak selesai pada Februari 2021, akan membuat bank terbesar ketujuh di Indonesia berdasarkan aset,” jelas Moody’s.

BRIS, selaku survivor, akan lebih leluasa dalam mendiversifikasi pembiayaan dan sumber pendanaan untuk manajemen risiko. Perseroan diprediksi bisa menyasar ke perusahaan yang lebih besar yang secara umum memiliki risiko lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan kecil.

“Bank juga akan memiliki peluang lebih besar untuk mengakses pasar sukuk global dengan keberadaannya yang lebih besar,” imbuh Moody’s.

Moody’s menyebut perbankan syariah di Indonesia masih kalah dibandingkan dengan negara lain di kawasan seperti Bangladesh, Brunei, dan Malaysia. Padahal, Indonesia memiliki populasi mayoritas muslim yang besar.

Adapun, lembaga pemeringkat internasional itu mencatat aset sektor ini hanya menyumbang 6 persen dari total aset perbankan per 31 Juli 2020. 

Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menjelaskan bahwa penandatanganan CMA merupakan awal dari proses bersejarah lahirnya bank umum syariah nasional berkaliber global. Sebelum pandemi, pihaknya mengklaim kinerja ketiga bank syariah itu pada kuartal II/2020 sangat positif.

Erick menuturkan pemerintah sudah merencanakan dengan matang pembentukan bank umum syariah terbesar pertama di Indonesia. Dengan penduduk mayoritas muslim, potensi perbankan syariah masih sangat besar.

"Keinginan Indonesia memiliki bank umum syariah nasional terbesar pada 2021 merupakan bagian dari upaya dan komitmen pemerintah untuk mengembangkan dan menjadikan ekonomi keuangan syariah sebagai pilar baru kekuatan ekonomi nasional,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper