Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indonesia Masuk Resesi, IHSG Anjlok 1,31 Persen

Sebanyak 123 saham menguat, 305 terkoreksi, dan 144 stagnan pada perdagangan hari ini, Selasa (22/9/2020).
Karyawan beraktifitas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (10/9/2020). Pada perdagangan Rabu (10/9) IHSG sempat mengalami trading halt dan ditutup anjlok 5,01% atau 257,91 poin menjadi 4.891,46. Bisnis/Himawan L Nugraha
Karyawan beraktifitas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (10/9/2020). Pada perdagangan Rabu (10/9) IHSG sempat mengalami trading halt dan ditutup anjlok 5,01% atau 257,91 poin menjadi 4.891,46. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com,JAKARTA— Indeks harga saham gabungan (IHSG) harus kembali parkir di zona merah setelah tidak mampu menghadapi tekanan jual dari investor asing.

Indeks harga saham gabungan (IHSG) terkoreksi 1,31 persen atau 65,26 poin ke level 4.934,003 pada akhir perdagangan Selasa (22/9/2020). Total nilai transaksi saham di seluruh papan perdagangan senilai Rp6,868 triliun. Sebanyak 123 saham menguat, 305 terkoreksi, dan 147 stagnan pada perdagangan hari ini.

Investor asing kembali menekan IHSG dengan aksi jual atau net sell Rp632,5 miliar. Saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) menjadi sasaran utama dengan net sell Rp411,1 miliar.

Selain BBCA, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) juga menjadi sasaran aksi jual asing dengan net sell Rp67,5 miliar. BBCA dan BMRI kompak parkir di zona merah dengan koreksi masing-masing 2,77 persen dan 3,20 persen.

Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta Utama mengatakan ada beberapa faktor yang menekan IHSG. Salah satunya kekhawatiran terhadap gelombang kedua Covid-19.

“Jumlah kasus Covid-19 semakin meningkat,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Selasa (22/9/2020).

Nafan mengatakan laporan intelijen dari FinCEN Files juga turut mempengaruhi perilaku pasar. Menurutnya, investor kini menjadi bersikap wait and see.

Lebih lanjut, dia menilai pasar tertekan akibat minimnya data makro ekonomi yang memberikan pengaruh positif terhadap pasar. Sentimen itu baik dari dalam maupun luar negeri.

“Kawasan Asia Timur kembali memanas mengingat adanya ketegangan antara China dengan Taiwan,” paparnya.

Nafan menambahkan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait revisi pertumbuhan ekonomi kuartal III/2020 juga menekan pasar. Data itu memberi gambaran Indonesia resmi memasuki resesi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rivki Maulana

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper