Bisnis.com, JAKARTA — Pergerakan harga gas alam dalam jangka pendek diperkirakan masih bakal bergerak dalam tren pelemahan. Meskipun demikian, lonjakan drastis masih berpotensi terjadi di akhir tahun.
Berdasarkan data Bloomberg per akhir perdagangan Jumat (18/9/2020), harga gas alam kontrak Oktober 2020 di Nymex menguat tipis 0,01 poin atau 0,29 persen persen menjadi US$2,05 per MBBtu.
Harga gas alam berusaha kembali merayap ke atas setelah anjlok 9,9 persen pada perdagangan Kamis (17/9/2020). Penurunan itu merupakan yang terbesar sejak Januari 2019, adapun level harga tersebut adalah yang terendah sejak 31 Juli 2020.
Analis Capital Futures Wahyu Laksono mengatakan pada dasarnya secara fundamental gas alam masih tertinggal dibandingkan yang lain. Isu utama yang membayangi adalah suplai dan cadangan yang berlebih, bahkan saat badai menerjang Amerika Serikat.
“Saat badai di Amerika mengancam, sentimen positif buat minyak tapi tidak buat gas alam,” ujarnya kepada Bisnis, Sabtu (20/9/2020)
Dia menuturkan, cadangan stok yang melimpah akan membuat harga gas alam sulit naik dan terus bergerak di level rendah. Menurutnya, hingga akhir tahun ini kemungkinan besar akan bergerak di rentang US$1,5 hingga USS$3 per MMBtu.
Baca Juga
Wahyu menuturkan, sejak tahun lalu gas alam merupakan salah satu komoditas terburuk. Harga gas alam bahkan sempat menyentuh level US$1,3 per MMBtu pada akhir Juni lalu, yang merupakan level terburuk sejak 1998.
“Saat awal tahun diterpa isu Iran, minyak sempat melonjak sedangkan natural gas tidak bisa menguat. Lalu muncul isu virus yang akhirnya memang menekan harga energi dan komoditas secara umum,” tutur dia.
Kendati demkian, Wahyu menilai potensi pelemahan pun terbatas. Pasalnya secara umum dia menyebut potensi pelemahan dolar AS masih terbuka dan mata uang utama dunia serta harga komoditas energi khususnya minyak masih berpotensi rebound.
“Saat tren energi menguat, maka rebound natural gas walau lagging bisa terjadi,” imbuhnya.
Di sisi lain, dia juga mengatakan lonjakan drastis harga gas alam bisa terjadi di akhir tahun, sekitar November atau Desember. Selain karena rebound harga komoditas, lonjakan ini dipicu dorongan spekulatif gas alam dan faktor musim dingin.
Jika hal tersebut dapat terjadi, Wahyu memproyeksikan harga gas alam bakal melesat ke level US$3,5 per MMBtu, atau bahkan menembus level US$4 per MMBtu.
“LNG kadang memang bisa bergerak sangat dramatis, harganya bisa naik atau turun yang sangat besar pada suatu waktu sebelum akhirnya kembali normal dan konsolidasi,” tutup dia.