Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku pasar memperkirakan Bank Indonesia masih akan menahan suku bunga acuan sebesar 4 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Kamis (16/9/2020).
Pasalnya, salah satu indikator yang diperhatikan bank sentral sebelum mengubah kebijakan suku bunga yaitu nilai tukar rupiah masih belum mendukung.
Head of Fixed Income BNI Sekuritas Ariawan menilai sebenarnya ruang pemangkasan suku bunga oleh BI masih ada. Namun, nilai tukar rupiah yang mendekati Rp15.000 akan menjadi perhatian para pembuat kebijakan.
“Rupiah sekarang masih sekitar Rp14.800-an, jadi mungkin untuk pertemuan besok BI masih akan tahan suku bunga acuan di level sekarang 4 persen,” kata Ariawan kepada Bisnis, Rabu (16/9/2020).
Walaupun suku bunga tetap pada 4 persen, posisi tersebut diperkirakan tetap menarik bagi investor khususnya investor asing untuk masuk ke pasar obligasi.
Adapun, tingkat 7-Day Reserve Repo Rate (7-DRRR) sebesar 4 persen dibandingkan dengan suku bunga acuan AS (Federal Funds Rate) sebesar 0,25 persen masih terdapat selisih atau interest rate differential sekitar 375 bps.
Baca Juga
Selisih tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan interest rate differential antara 7-DRRR dan FRR secara historis sejak 2016 sekitar 360 bps.
“Walaupun asing untuk masuk ke negara berkembang tidak hanya melihat interest rate differential saja tetapi melihat kondisi global, tapi setidaknya dengan selisih yang menarik harusnya ini menjadi salah satu katalis positif pasar surat utang Indonesia,” jelas Ariawan.
Senada, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia juga memperkirakan Bank Indonesia akan menahan suku bunga acuan lewat RDG yang berakhir Kamis (16/9/2020).
CIO Fixed Income Manulife Aset Manajemen Ezra Nazula menilai masih ada ruang untuk pemangkasan suku bunga 7-Day Reserve Repo Rate sebanyak satu hingga dua kali lagi namun baru akan terjadi pada kuartal IV/2020.
“Mungkin di RDG kali ini BI tidak akan menurunkan suku bunga dulu. Tapi nanti di kuartal empat, masih ada potensi untuk menurunkan suku bunga 1-2 kali lagi kalau rupiah sudah lebih stabil,” kata Ezra kepada Bisnis.
Sementara ini, BI dinilai akan lebih fokus untuk menyeimbangkan upaya mendorong pertumbuhan ekonomi dengan stabilitas kurs rupiah.
Adapun, volatilitas rupiah belakangan ini akan menjadi perhatian pejabat bank sentral. Pasalnya, pergerakan rupiah kembali mendekati Rp15.000 per dolar AS sejak awal bulan ini.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah menguat tipis 0,01 persen ke level Rp14.843 pada akhir perdagangan Kamis (16/9/2020). Sejak awal tahun, rupiah terdepresiasi sekitar 7 persen yang menjadikannya sebagai mata uang berperforma terburuk di Asia.
Selain stabilitas nilai tukar, ketidakpastian global yang diharapkan berkurang pada kuartal IV/2020 baik dari sisi perkembangan vaksin Covid-19 maupun Pemilu AS disebut Ezra bisa menjadi alasan bagi BI untuk memangkas tingkat suku bunga.