Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Memasuki Musim Gugur, Harga Minyak Rontok

Pemangkasan harga minyak oleh Arab Saudi menambah awan mendung ke sisi permintaan minyak global di musim gugur.
Tangki minyak Aramco terlihat di fasilitas produksi di ladang minyak Saudi Aramco di Shaybah, Arab Saudi, Selasa (22/5/2018)./Reuters
Tangki minyak Aramco terlihat di fasilitas produksi di ladang minyak Saudi Aramco di Shaybah, Arab Saudi, Selasa (22/5/2018)./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA — Harga minyak terus melemah ke bawah level US$40 per barel pada awal pekan ini seiring dengan muramnya prospek permintaan.

Pemangkasan harga minyak oleh Arab Saudi menambah awan mendung ke sisi permintaan minyak global di musim gugur. Biasanya, permintaan minyak selalu terkoreksi setelah musim panas berakhir.

Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak WTI kontrak pengiriman Oktober turun 1 persen menjadi US$39,39 per barel di New York Mercantile Exchange pukul 9.52 pagi Singapura atau 8.52 WIB. Beberapa saat sebelumnya, harga sempat anjlok 3,1 persen.

Pekan lalu, harga minyak WTI turun 7,5 persen atau level kejatuhan terdalam selama sepekan sejak Juni.

Sedangkan harga minyak Brent pengiriman November melemah 0,8 persen menjadi US$42,31 per barel di bursa ICE Futures Europe. Pada Jumat (4/9/2020), harga tergerus 3,2 persen.

Produsen minyak asal Arab Saudi, Saudi Aramco, mengumumkan pemangkasan harga minyak grade Arab Light untuk pengiriman ke Asia. Hal itu menandakan bahwa permintaan dari kawasan pengimpor terbesar bagi raksasa minyak Arab Saudi itu belum akan membaik.

Tak hanya pengiriman ke Asia, Saudi Aramco juga menurunkan harga pengiriman minyak ke Amerika Serikat untuk pertama kalinya dalam enam bulan.

Ekonom OCBC Singapura Howie Lee menyampaikan koreksi harga minyak belakangan ini sudah berlebihan. Selain itu, pelemahan marjin bahan bakar lain seperti diesel juga bisa menjadi kekhawatiran berikutnya.

“Reli harga apapun akan mendapat tantangan selama pasokan minyak mentah masih tinggi,” kata Lee, seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (7/9/2020).

Setelah diperdagangkan dalam kisaran harga yang sempit selama tiga bulan terakhir, harga minyak mengawali awal September dengan kekhawatiran penurunan permintaan dan kelebihan pasokan dari OPEC+.

Di sisi lain, China sebagai negara pengimpor minyak terbesar di dunia berencana akan mengurangi pembelian pada September dan Oktober karena pengilang di sana masih memiliki ketersediaan minyak. Adapun, China sempat membeli minyak mentah dalam jumlah besar pada awal tahun ini.

Deputi Menteri Energi Rusia Pavel Sorokin sebelumnya mengatakan permintaan minyak global belum akan kembali ke level sebelum pandemi selama dua hingga tiga tahun ke depan.

Menteri Energi Rusia Alexander Novak menambahkan bahwa harga kemungkinan pulih pada kisaran US$50—US$55 per barel pada 2021 apabila vaksin dari virus corona ditemukan dan perekonomian bisa pulih.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper