Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah berpotensi masih akan berkonsolidasi untuk menetap di zona hijau pada pekan depan di tengah prospek pelemahan dolar AS akibat kebijakan dovish dari The Fed.
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan bahwa rupiah diyakini masih akan berfluktuatif di tengah sentimen pasar yang saling bertolak belakang menekan gerak rupiah pada perdagangan Senin (31/8/2020).
“Mata uang garuda kemungkinan masih akan berfluktuatif bisa saja ditutup stagnan atau melemah terbatas 20-30 poin di level Rp14.620 hingga Rp14.670 per dolar AS,” ujar Ibrahim seperti dikutip dari keterangan resminya, Minggu (30/8/2020).
Berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan perdagangan pekan lalu, Jumat (28/7/2020), rupiah berhasil parkir di zona hijau, menguat 0,19 persen atau 28 poin ke level Rp14.632 per dolar AS. Rupiah berhasil menguat, setelah menetap di zona merah selama 8 hari perdagangan berturut-turut pada dua pekan lalu.
Sepanjang pekan lalu, rupiah berhasil menguat 0,26 persen di saat indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan sekeranjang mata uang utama cenderung melemah menanti kebijakan moneter dari The Fed.
Adapun, saat ini indeks dolar AS berada di level 92,371, melemah 0,68 persen. Di sisi lain, sepanjang tahun berjalan 2020 rupiah telah terkoreksi 5,52 persen.
Ibrahim mengatakan bahwa rupiah berhasil berbalik menguat pada pekan lalu karena pasar merespons kebijakan moneter baru setelah Ketua Fed Jerome Powell meluncurkannya di simposium Jackson Hole Fed 2020 pada akhir pekan ini.
Strategi baru Federal Reserve kali ini cukup agresif yang bertujuan untuk mengangkat lapangan kerja dan meningkatkan toleransi inflasi yang lebih tinggi agar dapat mendorong imbal hasil obligasi AS ke level yang lebih tinggi.
Ketua The Fed Jerome Powell menyampaikan bahwa bank sentral akan berusaha mencapai inflasi AS rata-rata 2 persen untuk memastikan pemulihan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Komentar dovish itu telah menekan pergerakan dolar AS yang dapat menjadi katalis positif rupiah untuk beberapa perdagangan ke depan.
Namun, rencana perpanjangan masa transisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta selama dua pekan mulai dari 28 Agustus hingga 10 September untuk membatasi penyebaran Covid-19 akan menjadi katalis negatif bagi rupiah.
“Dengan diperpanjangnya masa transisi PSBB, harapan Indonesia masuk dalam jurang resesi semakin lebar walaupun pemerintah terus melakukan strategi-strategi guna menggairahkan pasar terutama konsumsi masyarakat yang masih stagnan dan Investasi yang berjalan di tempat akibat pembatasan aktivitas selama pandemi Covid-19,” papar Ibrahim.
Di sisi lain, Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengatakan bahwa keputusan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dapat menjadi momentum lainnya bagi rupiah untuk menguat. Pasalnya, keputusan itu telah membuat yen menguat secara signifikan terhadap dolar AS.
Penerus Shinzo Abe mungkin akan merubah kebijakan ekonomi dan stimulus Abenomics yang selama ini dilakukan Jepang. Adapun, pada penutupan perdagangan pekan lalu, yen berada di zona hijau, terapresiasi 1,13 persen ke level 105,37 yen per dolar AS.
“Yen sebagai mata uang safe haven mengalami penguatan. Hal ini [pengunduran Shinzo Abe] mungkin tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap ekonomi Indonesia, tetapi hal ini dapat mendukung penguatan nilai tukar Rupiah karena terjadi pelemahan dolar AS di pasar,” ujar Hans Kwee seperti dikutip dari keterangan resminya, Minggu (30/8/2020).