Bisnis.com, JAKARTA – Nama emiten PT Global Mediacom Tbk. (BMTR) tengah menjadi perbincangan usai sahamnya terpantau meroket selama dua hari perdagangan pekan ini.
Berdasarkan data Bloomberg, saham emiten berkode saham BMTR tersebut menguat 11,03 persen atau 32 poin ke level Rp322 pada perdagangan Rabu (19/8/2020). Kinerja tersebut melanjutkan penguatan 25 persen pada perdagangan hari sebelumnya. Walhasil, selama seminggu terakhir, saham BMTR sudah menguat 38,79 persen.
Dikutip dari data Bursa Efek Indonesia, saham BMTR termasuk dalam daftar saham dengan persentase kenaikan paling signifikan selama perdagangan pekan ini. Posisinya tepat berada di bawah emiten PT Tridomain Performance Materials Tbk. (TDPM) yang harga sahamnya menguat 41,41 persen.
Selama seminggu belakangan, total transaksi saham BMTR mencapai Rp789,7 miliar yang didominasi oleh aksi jual beli oleh pelaku pasar domestik. Adapun, broker MNC Sekuritas terpantau paling banyak melakukan transaksi saham ini pada periode tersebut.
Selain harga sahamnya melonja, berikut fakta lain seputar Global Mediacom :
Saham BMTR Diborong Lo Kheng Hong
BMTR juga menjadi buah bibir pelaku pasar setelah sosok legendaris di dunia saham tanah air, Lo Kheng Hong menyatakan bahwa dirinya memiliki saham BMTR.
Berdasarkan data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Lo Kheng Hong sendiri memiliki saham BMTR di atas 5 persen pada Kamis (13/8/2020).
Saham Lo Kheng Hong di perusahaan yang digawangi oleh taipan Hary Tanoesoedibjo itu mencapai 942.184.700 lembar saham yang mewakili porsi 6,4 persen dari total saham BMTR pada hari tersebut.
Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Wijoyo Prasetio sendiri meyakini laju penguatan BMTR didorong oleh Lo Kheng Hong Effect.
“Untuk BMTR, berita masuknya investor legendaris, Pak Lo Kheng Hong (LKH) ke jajaran pemegang saham BMTR (6,14 persen) menjadi pemicu kenaikan harga saham BMTR, pasar menyebutnya 'The LKH Effect',” kata Frankie kepada Bisnis, Rabu (19/8/2020).
Private Placement dan Penerbitan Surat Utang
Perlu diketahui, induk dari emiten media PT Media Nusantara Citra Tbk. (MNCN) tersebut sudah berencana akan melakukan penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (PMTHMETD) atau private placement dengan nilai transaksi Rp140 miliar.
Perseroan akan menerbitkan 700 juta saham baru dengan harga pelaksanaan Rp200 yang akan direalisasikan pada 24 Agustus 2020 mendatang.
Di sisi lain, perseroan juga berencana untuk menerbitkan surat utang berupa obligasi dan sukuk dengan total emisi sebesar Rp1 triliun untuk kebutuhan refinancing dan modal kerja.
Masa penawaran awal obligasi dijadwalkan pada 19-27 Agustus 2020, tanggal efektif pada 31 Agustus 2020, masa penawaran umum 2-4 September 2020, penjatahan 7 September 2020, dan pencatatan pada PT Bursa Efek Indonesia pada 10 September 2020.
Dalam rangka penerbitan obligasi dan sukuk ijarah ini, perseroan telah memperoleh hasil pemeringkatan atas efek utang jangka panjang dari PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) yakni idA dan idAsy.
Kinerja Keuangan
Berdasarkan laporan keuangan semester I/2020 yang dipublikasikan di laman keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, BMTR membukukan pendapatan Rp5,86 triliun, turun 7,84 persen dibandingkan pendapatan periode yang sama tahun lalu.
Laba yang dapat diatribusikan pada entitas induk perseroan pun tercatat turun 7,71 persen menjadi Rp597 miliar per akhir semester I/2020 dari yang sebelumnya Rp551 miliar per akhir semester I/2019.
Penurunan pendapatan pada periode tersebut diakibatkan susutnya pendapatan iklan nondigital atau iklan konvensional yang menjadi kontributor utama pendapatan perseroan. Pendapatan yang berasal dari MNCN ini turun 13,51 persen secara year on year menjadi Rp 3,20 triliun.
Begitu pula dengan pendapatan dari konten yang juga mengalami penurunan 10,34 persen dari Rp912 miliar menjadi Rp807 miliar. Namun di saat yang sama pendapatan iklan non digital tercatat naik 25,85 persen dari Rp325 miiliar menjadi Rp409 miliar.
Di sisi lain, pendapatan dari segmen usaha tv berbayar dan broadband yang berasal dari IPTV meningkat 11,88 persen, menjadi Rp1,73 triliun dari yang semula Rp1,54 triliun. Pun, pos pendapatan lain-lain naik dari Rp273 miliar menjadi Rp681 miliar.
Sementara itu jumlah beban langsung yang ditanggung perseroan terpantau turun 11,31 persen secara year on year, dari yang semula Rp3,39 triliun menjadi Rp3,01 triliun. Namun, penurunan beban belum mampu menopang laba perseroan.