Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ada Penjatahan E-IPO, Investor Ritel Dapat Porsi Lebih

Porsi penjatahan terpusat atau yang biasanya diperuntukkan kepada investor ritel dibagi menjadi empat berdasarkan besaran nilai emisi.
Pengunjung melintas di dekat Logo Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Senin (22/6/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Pengunjung melintas di dekat Logo Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Senin (22/6/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan ruang yang lebih besar kepada investor ritel untuk berpartisipasi dalam penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) secara elektronik.

Hal itu diatur dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) nomor 15/SEOJK.4/2020 tentang Penyediaan Dana Pesanan, Verifikasi Ketersediaan Dana, Alokasi Efek untuk Penjatahan Terpusat, dan Penyelesaian Pemesanan Efek dalam Penawaran Umum Efek Bersifat EKuitas Berupa Saham Secara Elektronik.

Dalam SE yang ditandatangai oleh Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen pada 27 Juli 2020 tersebut, otoritas membagi golongan IPO menjadi empat golongan berdasarkan nilai emisi.

Porsi penjatahan terpusat atau yang biasanya diperuntukkan kepada investor ritel ditentukan berbeda-beda sesuai dengan golongan IPO tadi. Semakin kecil nilai penawaran umum, semakin besar penjatahan untuk investor ritel dan sebaliknya. (lihat tabel)

Adapun, investor ritel merupakan pihak yang menyampaikan pesanan atas efek yang ditawarkan dengan nilai pesanan paling banyak Rp100 juta.

Kepala Divisi Pengembangan Bisnis BEI Ignatius Denny Wicaksono sebelumnya menyampaikan e-IPO telah dirancang untuk memperluas jangkauan penawaran umum ke investor-investor yang tersebar di seluruh Indonesia.

“Dengan adanya sistem e-IPO yang open access, diharapkan dapat menjangkau lebih banyak investor,” kata Denny pekan lalu.

Selain dapat meningkatkan penyebaran kepemilikan saham, peningkatan partisipasi investor ritel juga diharapkan meminimalisir harga diskon saat IPO dan dapat mengoptimalisasi harga efek.

Denny mencontohkan, banyak harga saham perusahaan yang baru melantai langsung melambung tinggi dan terkena auto reject atas pada hari-hari pertamanya akibat terjadinya discount pricing atau ketidaksesuaian harga yang ditawarkan dengan harga pasar.

“Misalnya harganya setelah IPO naik 70 persen [di pasar sekunder]. Itu kalau di pasar perdana harganya di-set 70 persen lebih tinggi, uang yang masuk ke emiten itu akan sangat signifikan bedanya,” tutur dia.

Tabel Alokasi Efek Untuk Penjatahan Terpusat e-IPO

Golongan Penawaran Umum

Batasan Nilai Penawaran Umum

Persentase Alokasi Efek

Penyesuaian Kelebihan Pesanan

2,5 kali ≤ X < 10 kali

10 kali ≤ X < 25 kali

X ≥ 25

I

IPO  ≤  250 miliar

≥ 15% atau Rp20 miliar*

≥ 17,5%

≥ 20%

≥ 25%

II

Rp250 miliar < IPO ≤ Rp500 miliar

≥ 10% atau Rp37,5 miliar*

≥ 12,5%

≥ 15 %

≥ 20%

III

Rp500 miliar <  IPO ≤ Rp1 triliun

≥ 7,5% atau Rp50 miliar*

≥ 10%

≥ 12,5%

≥ 17,5%

IV

IPO > Rp1 triliun

≥ 2,5% atau Rp75 miliar*

≥ 5%

≥ 7,5%

≥ 12,5%

* mana yang lebih tinggi nilainya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper