Bisnis.com, JAKARTA - Kinerja harga minyak sawit berjangka atau crude palm oil (CPO) terus menunjukkan pemulihan setelah sempat tertekan pada beberapa bulan lalu akibat sentimen pandemi Covid-19.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Senin (20/7/2020) hingga pukul 9.41 WIB harga CPO untuk kontrak Oktober 2020 di bursa Malaysia masih melanjutkan penguatannya dari perdagangan sebelumnya, naik 1,49 persen ke level 2.653 ringgit per ton.
Level itu merupakan posisi tertinggi harga CPO dalam lima bulan terakhir. Adapun, pada pekan lalu harga CPO berhasil membukukan kinerja mingguan terbaik dalam lebih dari tiga tahun.
Harga CPO berhasil naik hingga 8,4 persen pada pekan lalu, kenaikan terbesar sejak November 2016. Reli bertahap itu telah membantu CPO mengurangi kerugian pada tahun ini menjadi hanya terkoreksi 12,85 persen sepanjang tahun berjalan 2020.
Kepala Penelitian Sunvin Group Mumbai Anilkumar Bagani mengatakan bahwa harga minyak sawit tengah diperdagangkan lebih tinggi karena didukung skenario produksi yang lebih rendah untuk periode Juli di dua negara produsen terbesar dunia, Indonesia dan Malaysia.
“Harga juga didukung oleh reli harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade,” ujar Bagani seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (20/7/2020).
Baca Juga
Berdasarkan data United States Department of Agriculture atau USDA, departemen pertanian luar negeri, produksi minyak sawit di Malaysia diperkirakan turun menjadi 19,5 juta ton hingga akhir September 2020. Angka itu lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 20,82 juta ton.
Harga minyak yang digunakan untuk bahan baku sabun hingga minyak goreng itu juga menguat didukung tanda-tanda pemulihan daya beli oleh konsumen terbesar CPO, China dan India, yang menyaksikan penurunan tajam dalam konsumsi domestik mereka awal tahun ini karena pandemi Covid-19.
Pelonggaran aturan lockdown telah memungkinkan restoran dan mal dibuka kembali, meningkatkan permintaan akan minyak nabati itu.
Angka menunjukkan bahwa impor minyak nabati oleh China melonjak 53 persen dari bulan sebelumnya pada Juni. Di India, pengiriman melonjak ke level tertinggi sejak lima bulan terakhir pada periode Juni karena pedagang dan penyuling mendorong pembelian untuk menambah pasokan.