Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Potensi Delisting Meningkat, Investor Harus Lebih Cermat

Sepanjang periode tahun berjalan 2020, sebanyak 19 perusahaan diumumkan masuk ke dalam daftar pantauan ketat oleh BEI dan terancam dihapus pencatatannya.
Karyawati beraktivitas di depan patung banteng di PT Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (4/6/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawati beraktivitas di depan patung banteng di PT Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (4/6/2020). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Investor kembali diingatkan untuk selalu berhati-hati dalam berinvestasi seiring dengan meningkatnya jumlah perusahaan tercatat yang terancam didepak paksa dari Bursa atau force delisting.

Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis melalui laman Bursa Efek Indonesia (BEI), otoritas telah mengumumkan sederet perusahaan yang berpotensi delisting

Sepanjang periode tahun berjalan 2020, sebanyak 19 perusahaan diumumkan masuk ke dalam daftar pantauan ketat oleh BEI dan terancam dihapus pencatatannya. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, Januari-Juli 2019, tidak terdapat pengumuman potensi delisting oleh BEI.

Terbaru, BEI mengumumkan potensi delisting untuk saham PT Trikomsel Oke Tbk. (TRIO) yang tepat tersuspensi sejak 12 bulan lalu, atau pada 16 Juli 2019. Selain itu, PT Hanson Internasional Tbk. (MYRX) juga berpotensi didepak dari bursa karena telah tersuspensi selama 6 bulan sejak 16 Januari 2020.

Adapun, secara year to date, sudah empat perusahaan yang delisting dari BEI yakni PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk. (BORN), PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk. (APOL), PT Danayasa Arthatama Tbk. (SCBD), dan PT Leo Investments Tbk. (ITTG).

Tiga perusahaan di antaranya, yaitu BORN, APOL, dan ITTG termasuk ke dalam forced delisting, sedangkan SCBD secara sukarela mengajukan penghapusan pencatatannya.

Data BEI juga menunjukkan sebanyak enam emiten harus delisting dari bursa pada 2019. Jumlah itu bertambah dari tahun sebelumnya, hanya empat perusahaan yang harus delisting.

Presiden Direktur CSA Institute Aria Santoso mengatakan bahwa peningkatan ini telah mengingatkan investor untuk selalu berhati-hati sebelum memilih saham pilihannya. 

Pasalnya, jika sudah tersuspensi dan tidak ada upaya dari perusahaan untuk melepas jeratan itu, dana investor akan terjebak dan tidak bisa menjual kepemilikan sahamnya selama 24 bulan hingga akhirnya delisting.

“Tetapi tergantung investornya, jika masih percaya dengan perusahaannya setelah delisting dari bursa, investor masih bisa menjadi pemilik perusahaan. Kalau ingin jual sahamnya, baru bisa jual setelah delisting yaitu dengan perusahaan itu sendiri atau dengan pihak lain,” ujar Aria kepada Bisnis, Jumat (17/7/2020).

Investor harus terus mengedukasi diri dan mengasah kemampuannya untuk memilih emiten yang layak dibeli. Aria menjelaskan dari sekitar 700 perusahaan tercatat di BEI tidak semua saham tepat untuk dijadikan investasi.

Investor disarankan untuk memilih saham emiten yang memiliki likuidasi baik, ramai diperdagangkan, berkinerja baik, dan selalu patuh terhadap administratif bursa.

Semua aspek itu harus menjadi poin utama pertimbangan, mengingat alasan suspensi hingga potensi delisting tidak melulu terkait fundamental kinerja, tetapi juga tentang upaya perusahaan memenuhi syarat yang sudah ditetapkan oleh otoritas.

“Jika ada saham-saham yang tidak masuk ke dalam aspek-aspek itu, jangan dipilih untuk menyelamatkan diri dari kerugian,” jelas Aria.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper