Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Neraca Dagang Surplus, Rupiah Masih Terkapar di Zona Merah

Pelemahan ini menjadikan rupiah sebagai satu-satunya mata uang yang melemah di Asia, di saat semua mata uang berhasil menguat melawan dolar AS.
Karyawati bank menata uang dollar dan rupiah di kantor cabang PT Bank Mandiri Tbk. di Jakarta, Rabu (22/4/2020). Bisnis/Dedi Gunawan
Karyawati bank menata uang dollar dan rupiah di kantor cabang PT Bank Mandiri Tbk. di Jakarta, Rabu (22/4/2020). Bisnis/Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah melanjutkan pelemahannya pada perdagangan Rabu (15/7/2020) seiring dengan rilis data neraca perdagangan Indonesia periode Juni 2020.

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah ditutup di level Rp14.588 per dolar AS, terkoreksi 0,95 persen atau 138 poin. Kinerja itu pun menjadikan rupiah sebagai satu-satunya mata uang yang melemah di Asia, di saat semua mata uang berhasil menguat melawan dolar AS.

Padahal, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan sekeranjang mata uang utama bergerak melemah 0,34 persen ke level 95,935 poin.

Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan bahwa membaiknya data internal belum bisa membawa nilai tukar rupiah berbalik untuk diperdagangkan di zona hijau.

“Bahkan, intervensi Bank Indonesia di pasar Valas, Obligasi dan SUN dalam perdagangan DNDF juga kurang membuahkan hasil sehingga berdampak terhadap keluarnya arus modal asing dari pasar dalam negeri,” ujar Ibrahim seperti dikutip dari keterangan resminya, Rabu (15/7/2020).

Adapun, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia periode Juni 2020 berhasil surplus US$1,27 miliar, yang terdiri atas nilai ekspor US$12,03 milar dan nilai impor US$10,76 miliar.

Realisasi itu lebih baik dibandingkan dengan ekspektasi pasar yaitu ekspor diperkirakan terkontraksi 7,765 persen year-on-year (YoY), sedangkan impor terkontraksi 16,455 persen YoY sehingga neraca perdagangan hanya akan surplus US$1,1 miliar.

Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia selama periode Januari-Juni 2020 berada pada posisi surplus US$5,5 miliar, lebih baik dari neraca perdagangan pada periode yang sama tahun lalu yaitu defisit US$1,93 miliar.

Selain itu, pasar juga dipengaruhi oleh memburuknya hubungan antara AS dan China baik terkait kasus Hong Kong maupun di Laut China Selatan.

Ketegangan di laut China selatan kembali memanas setelah Inggris dilaporkan siap bergabung dengan AS dan Jepang di Indo-Pasifik untuk melawan China. Sementara itu, Presiden AS Donald Trump mengatakan telah meneken aturan untuk mengenakan sanksi terhadap China atas campur-tangannya di Hong Kong. 

Dia juga mengatakan telah menekan perintah eksekutif untuk mengakhiri status keistimewaan Hong Kong.

Dengan sentimen-sentimen tersebut, Ibrahim memprediksi rupiah masih akan bergejolak dan mengalami pelemahan yang cukup tajam pada perdagangan Kamis (16/7/2020) di level Rp14.550 hingga Rp14.600 per dolar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper