Bisnis.com, JAKARTA – PT Bursa Efek Indonesia mencatat perkembangan pesat sejak memulai swastanisasi pada 13 Juli 1992. Jumlah emiten telah mencapai lebih dari 600 perusahaan dan investor saham hampir 1,5 juta. Semua itu tidak terlepas dari trial and error dalam pengembangan dunia pasar modal.
Trial atau percobaan dilakukan dalam aspek pengembangan sejumlah program. Adapun error bisa terjadi dalam praktik di lingkungan pasar modal. Pencapaian yang sudah diraih BEI kerap menemui ganjalan menjadi pembelajaran.
Sekretaris Perusahaan BEI Yulianto Aji Sadono mengatakan BEI tidak berhenti untuk mengembangkan program-program baru yang berkontribusi terhadap kemajuan pasar modal Indonesia.
“Melalui perayaan sederhana hari ini, BEI berharap untuk terus berkembang menjadi bursa yang kompetitif dan mampu bersaing dengan bursa-bursa lain di dunia,” tulis Yulianto, Senin (13/7/2020).
Dari sisi pengembangan, BEI akan segera mengimplementasikan penawaran umum perdana secara elektronik atau electronic initial public offering (e-IPO). OJK bahkan telah mengeluarkan aturan tentang e-IPO lewat Peraturan OJK No.41/POJK.04/2020 tentang Pelaksanaan Kegiatan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas, Efek Bersifat Utang, dan/atau Sukuk Secara Elektronik tertanggal 2 Juli 2020.
Laksono Widodo, Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, sebelumnya menyampaikan sistem e-IPO akan diwajibkan terhitung selama 6 bulan setelah aturan dikeluarkan.
Baca Juga
“Ditetapkan 1 Juli 2020, diberlakukan 6 bulan kemudian. Berarti mulai wajib tanggal 1 Januari 2021,” kata Laksono kepada Bisnis.
Selain e-IPO, bursa juga masih melakukan pengembangan system e-Registration Tahap II, peluncuran produk derivative baru dan waran terstruktur, dan implementasi Penyelenggara Pasar Alternatif (PPA) melalui peluncuran ETP Tahap II.
Tak kalah pentingnya, lanjut Yulianto, bursa juga akan mengembangkan inovasi lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan perlindungan terhadap investor dan pendalaman di pasar modal.
Adapun, perlindungan investor bakal dapat menambah kepercayaan masyarakat terhadap industri pasar modal di tengah beberapa skandal yang terjadi sejak akhir tahun lalu.
Praktik investasi yang berbau korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) telah menyeret 13 korporasi manajer investasi. Beberapa pihak mengkhawatirkan berita buruk dari dunia investasi yang merugikan negara tersebut dapat mengganggu kepercayaan investor ritel yang sangat diharapkan kontribusinya dalam pasar modal.
Adapun, sejak awal tahun ini pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) masih terseok-seok. Perdagangan terpantau sepi sejak BEI memblokir sejumlah rekening saham untuk penyidikan oleh Kejaksaan Agung.
Tak lama setelah itu, pasar modal kembali terhempas oleh sentimen pandemi Covid-19. Hingga kini, IHSG belum mampu kembali ke atas level 6.000 seperti tahun lalu.
Sejak awal tahun, IHSG masih terdepresiasi 19,78% ke level 5.054 per 13 Juli 2020 pukul 13.42 WIB.
Namun demikian, memasuki kenormalan baru pada awal bulan ini, frekuensi transaksi harian di BEI meningkat 11,23 persen hingga 521.000 kali transaksi yang merupakan tertinggi di Asia Tenggara.
Rata-rata nilai transaksi pada Juli juga sempat menyentuh Rp9 triliun. Hingga 10 Juli 2020, rata-rata nilai transaksi harian di BEI mencapai Rp7,65 triliun dan rata-rata volume transaksi per hari sebesar 7,66 juta saham.