Bisnis.com, JAKARTA – Bursa Efek Indonesia (BEI) melansir sebanyak 18 emiten berpotensi mengalami penghapusan efek secara paksa atau force delisting dari lantai bursa dengan berbagai alasan. Jumlah emiten yang berpotensi dipaksa hengkang itu meningkat 100 persen pada periode Januari-Juli 2020.
Salah satu perusahaan yang berpotensi ditendang dari gedung bursa efek adalah PT AirAsia Indonesia Tbk. (CMPP), perusahaan induk dari maskapai penerbangan Air Asia Indonesia. CMPP berpotensi dikeluarkan dari bursa karena tidak memenuhi aturan free float
Saat ini dari total saham yang beredar sebanyak 10,68 miliar, publik memiliki sekitar 1,59 persen atau 169,94 juta unit. Sementara itu, pihak bursa telah menggembok aktivitas perdagangan saham CMPP sejak 5 Agustus 2019.
Dari sisi operasional, CMPP menghadapi tekanan berat karena pendemi virus corona (Covid-19) telah menghantam bisnis penerbangan. Kinerja keuangan perseroan, terutama arus kas terjepit.
Sekretaris Perusahaan AirAsia Indonesia Indah Permatasari mengatakan perseroan telah membuat skenario untuk bisa bertahan dalam situasi serba sulit. Di kuartal III/2020, perseroan berharap dapat memulihkan kinerja keuangan.
CMPP juga berencana menyiapkan strategi agresif pada awal tahun dengan menambah 3 pesawat baru. Akan tetapi pandemi Covid-19 memberikan dampak yang signifikan terhadap penurunan jumlah penumpang. Hal ini mempengaruhi strategi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Baca Juga
“Kami terpaksa harus mengambil langkah menutup rute penerbangan internasional dan domestik untuk sementara. Kebijakan tersebut tentu saja akan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja operasional dan keuangan Perseroan di semester I tahun 2020 ini,” katanya dalam keterangan resmi dikutip Minggu (12/7/2020).
Sementara itu, PT Cakra Mineral Tbk. (CKRA) juga tengah menghadapi potensi dikeluarkan oleh BEI. Pasalnya perusahaan tambang biji besi itu telah mencapai batas waktu suspensi selama 24 bulan pada 4 Juni lalu.
Direktur Cakra Mineral Dexter Sjarif Putra mengatakan perseroan masih melakukan konsolidasi internal terkait hal tersebut. “Kami masih diskusikan secara internal, nanti setelah ada pemanggilan dari bursa akan kami sampaikan,” katanya kepada Bisnis.
Sebelumnya CKRA pernah meminta pelonggaran waktu kepada BEI karena perseroan tengah melakukan akuisisi untuk memperbaiki kinerja. Akan tetapi, Dexter mengungkapkan bahwa transaksi itu gagal karena kedua belah pihak tidak menemui kata sepakat.
Pembatalan itu berdampak signifikan bagi kelangsungan usaha perseroan. “Hingga saat ini kondisi perseroan belum berjalan normal sehingga mempengaruhi kondisi keuangan dan kelangsungan usaha,” imbuhnya.
Di sisi lain, PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk. (AISA) tengah bernafas lega karena perseroan lolos dari ancaman delisting. Produsen makanan ringan Taro itu hanya perlu melakukan public expose terkait prospek usaha.
“Saat ini kami sedang menyusun materi dan mencari tempat pelaksanaan. Semoga dalam waktu dekat ini kami dapat melaksanakannya,” kata Sekretaris Perusahaan Tiga Pilar Sejahtera Food Michael Hadylaya kepada Bisnis.
Berikut ini adalah daftar perusahaan tercatat yang berpotensi delisting dari Bursa Efek Indonesia:
- PT Magna Investama Mandiri Tbk. MGNA
- PT Cakra Mineral Tbk. (CKRA)
- PT Nipress Tbk. (NIPS)
- PT Armidian Karyatama Tbk. (ARMY)
- PT Sugih Energy Tbk. (SUGI)
- PT First Indo American Leasing Tbk. (FINN)
- PT Polaris Investama Tbk. (PLAS)
- PT Bakrie Telecom Tbk. (BTEL)
- PT Akbar Indo Makmur Stimec Tbk. (AIMS)
- PT Eureka Prima Jakarta Tbk. (LCGP)
- PT Triwira Insanlestari Tbk. (TRIL)
- PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk. (JKSW)
- PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk. (KBRI)
- PT Panasia Indo Resources Tbk. (HDTX)
- PT Trikomsel Oke Tbk. (TRIO)
- PT AirAsia Indonesia Tbk. (CMPP)
- PT Golden Plantation Tbk. (GOLL)
- PT Mitra Investindo Tbk. (MITI)