Bisnis.com, JAKARTA — Manajer investasi untuk produk reksa dana dan perbankan masih menjadi investor utama yang menyerap surat utang korporasi.
Berdasarkan data Pefindo per 31 Maret 2020, investor terbesar adalah reksa dana dengan porsi terhadap outstanding obligasi mencapai 29,5 persen. Kemudian ada kepemilikan oleh perbankan sebesar 20,3 persen. Artinya, keduanya berkontribusi hampir 50 persen dari total penyerapan obligasi korporasi.
Melengkapi komposisi tersebut, asuransi menempati urutan ketiga dengan porsi 18,5 persen. Diikuti oleh dana pensiun dengan porsi 11,6 persen dan BPJS Kesehatan serta BPJS Ketenagakerjaan sebesar 11 persen.
Investor asing dan investor lainnya menjadi pemilik porsi paling sedikit. Asing tercatat hanya menyumbang 7,3 persen, sedangkan 1,8 persen sisanya dimiliki oleh investor lain-lain.
Direktur Utama PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Salyadi Saputra mengatakan reksa dana dan perbankan memang menjadi pemilik terbesar untuk obligasi korporasi selama beberapa tahun belakangan.
Menurutnya, obligasi korporasi menjadi altenatif yang paling visible dan efisien untuk menyalurkan dana investasi yang dimiliki institusi di dua industri tersebut, terutama di tengah situasi pandemi.
Baca Juga
Sebagai contoh, kata Salyadi, saat ini perbankan sangat selektif untuk melempat kredit kepada debitur. Namun, di saat yang sama kredit tetap harus mengalir untuk menjaga margin mereka sehingga berinvestasi jadi pilihan.
“Kalau tidak jalan kan mereka harus bayar bunga deposito, belum lagi di saat yang sama mereka tidak dapat return dari kreditnya,” tutur Salyadi, Jumat (10/7/2020)
Maka dari itu, investasi di obligasi korporasi menjadi alternatif karena memiliki tingkat risiko rendah, di samping imbal hasil yang cukup bersaing, meski tidak setinggi jika bank langsung menyalurkan kreditnya ke perusahaan atau emiten penerbit.
“Kalau ke obligasi mereka lebih bisa pilih-pilih sesuai ratingnya, apa mau yang AAA atau AA, supaya risiko defaulft terjaga. Selain itu dari sisi cost juga lebih efisien daripada kasih kredit langsung ke debitur kan harus pakai biaya untuk legal dan lainnya,” ungkapnya.
Sementara untuk reksa dana, Salyadi mengatakan meski porsi surat utang negara (SUN) masih lebih besar menjadi underlying asset reksa dana, obligasi korporasi menjadi salah satu pilihan karena memiliki imbal hasil yang lebih tinggi.
Adapun, seiring dengan penurunan suku bunga acuan yang berbuntut pada turunnya suku bunga deposito, reksa dana bakal menjadi opsi bagi para investor untuk melabuhkan dana investasinya.
“Produk reksa dana yang bisa mirip dengan deposito salah satunya fixed income, selain money market. Jadi reksa dana kita selalu berharap punya kontribusi yang terus meningat di pasar obligasi korporasi ini,” ujarnya.