Bisnis.com, JAKARTA — PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mencatat total outstanding surat utang korporasi menurun pada periode semester I/2020.
Menjelang akhir tahun, kondisi yang masih penuh ketidakpastian membuat lembaga pemeringkat utang itu pesimistis nilai outstanding dapat meningkat signifikan karena emisi diperkirakan turun dari tahun lalu.
Berdasarkan data Pefindo, nilai outstanding surat utang korporasi pada semester I/2020 tercatat Rp460,23 triliun atau berkurang 2,99 persen dari Rp474,46 triliun pada semester I/2019.
Direktur Utama PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Salyadi Saputra menyampaikan penurunan total outstanding tersebut menunjukkan jumlah obligasi yang jatuh tempo dan pokoknya dibayar lunas lebih besar dibandingkan jumlah obligasi yang diterbitkan.
Pefindo mencatat penerbitan surat utang listed pada periode Januari—Juni 2020 senilai Rp29,28 triliun atau turun 45,08 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai Rp53,32 triliun.
“Hampir setengahnya saja di semester ini. Itu yang menyebabkan outstanding surat utang korporasi itu sedikit turun,” jelas Salyadi dalam konferensi pers virtual, Jumat (10/7/2020).
Baca Juga
Kendati jumlah penerbitan berkurang, jumlah emiten outstanding obligasi korporasi justru meningkat menjadi 135 emiten pada semester I/2020 dari 132 emiten pada tahun lalu. Di sisi lain, dari jumlah penerbit terjadi penurunan menjadi 27 emiten dari sebelumnya 59 emiten.
Salyadi menunjukkan bahwa penerbitan surat utang korporasi pada paruh pertama tahun ini untuk pertama kalinya didominasi oleh institusi nonkeuangan dengan porsi 57 persen.
Menurutnya, hal itu terjadi karena kondisi perbankan saat ini masih selektif dalam menyalurkan kredit sehingga tidak membutuhkan likuiditas yang besar. Begitu pula di perusahaan pembiayaan, tingkat penjualan mobil yang turun cukup dalam menyebabkan booking dari perusahaan pembiayaan turun drastis.
Selain kebutuhan pendanaan yang berkurang dari sejumlah perusahaan, penerbitan obligasi pada semester I/2020 yang rendah juga dipicu oleh tingkat suku bunga tinggi, posisi wait and see dari investor, dan kondisi pandemi Covid-19.
Selain itu, volatilitas di pasar juga menyebabkan beberapa emiten harus membayar kupon tinggi ketika merealisasikan penerbitan obligasinya. Hal itu membuat tidak sedikit emiten akhirnya menurunkan size emisi pada semester I/2020.
“Ada juga emiten yang beruntung pada saat momentum lagi turun yield SUN-nya, itu bisa mendapatkan kupon yang lebih baik,” tutur Salyadi.