Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Amerika Serikat melorot di tengah kekhawatiran atas dampak bangkitnya kembali penyebaran kasus Covid-19 terhadap ekonomi.
Berdasarkan data Bloomberg, indeks saham acuan S&P 500 ditutup turun 0,56 persen atau 17,89 poin ke level 3.152,05 pada perdagangan Kamis (9/7/2020).
Sejalan dengan S&P, indeks Dow Jones Industrial Average turun tajam 1,39 persen atau 361,19 poin ke level 25.706,09. Namun, indeks Nasdaq Composite berhasil berakhir menguat 0,53 persen atau 55,25 poin ke posisi 10.547,75, rekor level penutupan tertinggi baru.
Perusahaan finansial termasuk yang berkinerja terburuk pada indeks S&P 500 setelah Wells Fargo & Co. bersiap untuk memangkas ribuan pekerjaan akibat pandemi Covid-19.
Sementara itu, indeks Dow Jones terdampak oleh pelemahan saham Boeing Co. Di sisi lain, penguatan saham raksasa teknologi mampu mendorong Nasdaq lebih tinggi.
Analis memantau dengan seksama penyebaran kasus baru Covid-19 di AS dan seluruh dunia. Rekor angka kematian di Florida dan California dipandang sebagai tanda-tanda yang tidak menyenangkan.
Baca Juga
Kendati sebagian pihak optimistis bahwa dukungan fiskal dan moneter akan dapat membendung penurunan apalagi setelah rilis data klaim pengangguran awal pada Kamis yang lebih baik dari ekspektasi, pihak lain berpandangan bahwa pasar tenaga kerja masih berisiko.
“Sentimen jelas berubah negatif hari ini, dan penumpukan kekhawatiran tentang Covid-19 tampaknya menjadi isu terbesar,” terang Direktur senior pengelola perdagangan utang pemerintah di RW Pressprich & Co. Larry Milstein.
“Mengingat kasus baru Covid-19 juga meningkat di Asia, ada kekhawatiran nyata bahwa gelombang kedua yang sedang mendekat akan berdampak pada ekonomi global,” tambahnya, seperti dilansir dari Bloomberg.
Sejalan dengan bursa AS, indeks Stoxx Europe 600 ditutup melemah sekitar 0,8 persen. Namun, indeks MSCI Asia Pacific dan MSCI Emerging Market masing-masing mampu menguat 0,7 persen dan 0,8 persen.
Di pasar komoditas, harga minyak West Texas Intermediate tumbang 3,5 persen menjadi US$39,47 per barel setelah membengkaknya stok minyak mentah AS menimbulkan kekhawatiran baru tentang kelebihan pasokan dan ladang utama di Libya melanjutkan produksinya.