Bisnis.com,JAKARTA — Porsi kepemilikan asing di surat berharga negara (SBN) domestik yang dapat diperdagangkan menyentuh level di bawah 30 persen atau pertama kalinya dalam 5 tahun terakhir.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), kepemilikan asing di surat berharga negara (SBN) domestik yang dapat diperdagangkan senilai Rp933,09 triliun hingga Selasa (7/7/2020). Jumlah itu terdiri atas Rp907,19 triliun di surat utang negara (SUN) dan Rp25,92 triliun di surat berharga syariah negara (SBSN).
Secara persentase, total kepemilikan asing di SUN dan SBSN sebesar 29,88 persen hingga Selasa (7/7/2020). Dari data yang dihimpun Bisnis, posisi itu menjadi yang terendah pada rentang 2016—2020.
Economist PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Fikri C. Permana mengatakan penurunan porsi kepemilikan karena investor asing masih melihat risiko ekonomi di Indonesia. Kondisi itu tercermin dari jumlah pasien positif Covid-19, nilai credit default swap (CDS), dan stabilitas nilai tukar rupiah yang masih cukup berisiko.
“Tetapi perlu dilihat juga yang turun itu kan proporsi asing di tradable SBN. Tetapi di non tradable atau private placement belum tentu,” jelasnya kepada Bisnis, Kamis (9/7/2020).
Sementara itu, pergerakan harga surat utang negara (SUN) Indonesia tengah dalam tren positif. Hal itu tercermin dari pergerakan yield atau imbal hasil seri acuan di pasar sekunder.
Baca Juga
Imbal hasil SUN tenor 10 tahun Indonesia parkir di level 7,070 persen pada Kamis (9/7/2020) pukul 16:16 WIB. Posisi itu turun dari 7,097 persen pada akhir sesi Rabu (8/7/2020).
Sementara itu, yield SUN tenor 5 tahun Indonesia mengalami penurunan dari 6,401 persen menjadi 6,388 persen. Selanjutnya, yield SUN tenor 15 tahun Indonesia juga mengalami penurunan dari 7,562 persen menjadi 7,551 persen.
Adapun, yield SUN tenor 20 tahun Indonesia juga turun dari 7,602 persen menjadi 7,578 persen pada Kamis (9/7/2020).
Sebagai catatan, pergerakan harga obligasi dan yield obligasi saling bertolak belakang. Kenaikan harga obligasi akan membuat posisi yield mengalami penurunan sementara penurunan akan menekan tingkat imbal hasil.