Bisnis.com, JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat pada Kamis (2/7/2020) seiring dengan peningkatan bursa global.
Berdasarkan data Bloomberg, IHSG menguat 1,07 persen atau 52,39 poin menjadi 4.966,78 setelah bergerak di rentang 4.914,39 - 4.966,78. Artinya, IHSG ditutup di level tertingginya hari ini, setelah melonjak jelang penutupan.
Terpantau 218 saham menguat, 193 saham melemah, dan 150 saham stagnan. Nilai transaksi mencapai Rp6,92 triliun.
Sebelumnya, IHSG berhasil mengakhiri pergerakannya di zona hijau dengan menguat 8,99 poin atau 0,18 persen pada perdagangan Rabu (1/7/2020), meskipun sempat berfluktuasi sepanjang perdagangan.
Sementara itu, Bursa saham Asia menguat pada siang hari ini seiring dengan kabar perkembangan vaksin virus corona di Amerika Serikat yang mengimbangi sentimen lonjakan kasus.
Dilansir dari Bloomberg pada Kamis (2/7/2020), indeks Topix dan Nikkei 225 Jepang ditutup menguat masing-masing 0,27 persen dan 0,11 persen, sedangkan indeks Kospi Korea Selatan ditutup melonjak 1,236 persen.
Baca Juga
Sementara itu di China, indeks Shanghai Composite dan CSI 300 menguat 2,07 persen dan 2,1 persen. Adapun indeks Hang Seng menguat 2,15 persen pada pukul 14.12 WIB, meskipun ada ketegangan baru-baru ini atas undang-undang keamanan nasional yang baru diberlakukan China di Hong Kong.
Sentimen positif datang dari uji klinis vaksin virus corona yang dilakukan oleh Pfizer Inc. dan BioNtech SE. Sentimen tersebut mengimbangi laporan dari negara bagian California dan Arizona yang melaporkan lonjakan kasus positif virus corona yang tertinggi.
Sementara itu, Kongres AS telah mengesahkan sanksi kepada bank yang melakukan bisnis dengan otoritas pemerintah China yang terlibat dalam pengekangan demonstrasi pro-demokrasi di Hong Kong. Hubungan AS dan China kian memburuk semenjak penandatangan perjanjian dagang fase pertama dilakukan pada Januari lalu.
Para pelaku pasar juga memperhatikan sentimen dari pertemuan bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed). Sejumlah tokoh pada pertemuan tersebut menyatakan perekonomian dunia masih membutuhkan dukungan untuk beberapa waktu.
"Ada tensi yang bersifat permanen antara kesehatan perekonomian dan kesehatan dari masyarakat. Ini akan menjadi pemikiran yang mempengaruhi pergerakan saham dalam beberapa pekan atau beberapa bulan mendatang," jelas Global Market Strategist di JPMorgan Asset Management David Lebovitz, seperti dikutip Bloomberg.