Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PSBB Berakhir, Begini Prospek Saham Emiten Media

Mirae Asset Sekuritas memperkirakan pertumbuhan pendapatan SCMA dan MNCN pada kuartal II/2020 tidak akan lebih baik dibandingkan pendapatan kuartal sebelumnya.
Proses syuting sebuah program televisi di stasiun tv SCTV, salah satu stasiun tv yang dikelola PT Surya Citra Media Tbk./scm.co.id
Proses syuting sebuah program televisi di stasiun tv SCTV, salah satu stasiun tv yang dikelola PT Surya Citra Media Tbk./scm.co.id

Bisnis.com, JAKARTA — Pertumbuhan kinerja emiten televisi diproyeksikan tidak akan terlalu agresif di kuartal II tahun ini. Namun, disebut bakal berlari kencang di 2021 mendatang.

Analis Mirae Asset Sekuritas Christine Natasya memaparkan selama masa pandemi perilaku masyarakat dalam mengonsumsi media berubah. Hal ini, termasuk lonjakan konsumsi televisi (free to air/FTA TV) akibat banyak orang yang beraktivitas dari rumah.

Dia mengutip penelitian Nielsen, yang menyebutkan bahwa seiring perkembangan pandemi, masyarakat mulai memonitor berita melalui berbagai saluran media sehingga terjadi peningkatan jumlah pemirsa televisi dan durasi menonton televisi.

“Apalagi banyak orang secara sukarela tinggal di rumah,” tuturnya dalam riset yang diterima Bisnis, Rabu (1/7/2020)

Terlepas dari lonjakan jumlah penonton televisi sejak pertengahan Maret 2020, dua emiten media besar yakni PT media Citra Nusantara Tbk. (MNCN) dan PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) membukukan pertumbuhan pendapatan iklan TV yang tidak agresif seiring dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi. 

Adapun untuk kuartal II/2020 tahun ini, Christine memproyeksikan kondisi pertumbuhan pendapatan kedua emiten tersebut tidak akan lebih baik dibandingkan pendapatan kuartal sebelumnya.

“Bahkan kuartal kedua 2020 ini bakal menjadi kuartal dengan pertumbuhan paling lambat tahun ini,” ujarnya. 

Hal ini, kata Christine, didorong oleh pandangan pesimistis manajemen SCMA yang menyebut belanja iklan TV di seluruh industri di kuartal II/2020 menurun 33—35 persen secara year on year

“Jadi kami memproyeksikan kedua perusahaan kedua perusahaan bakal membukukan pendapatan lebih rendah untuk kuartal kedua 2020, meskipun pada awal Juni sudah ada transisi PSBB fase-1,” paparnya. 

Christine mengatakan meski belanja iklan secara industri akan merosot, SCMA masih optimistis dapat membukukan kinerja sedikit di atas rata-rata industri, yakni hanya turun sekitar 30—32 persen year on year.

Senada, MNCN juga memproyeksikan bahwa pendapatan iklan TV untuk kuartal II/2020 akan berada di wilayah negatif, tetapi iklan Non-Time-Consuming (NTC) akan tumbuh dua digit. 

“Secara keseluruhan, mengingat PSBB, situasi Covid-19, dan pertumbuhan ekonomi yang melambat, kami percaya pertumbuhan pendapatan iklan TV untuk kuartal kedua 2020 akan menjadi yang terendah untuk seluruh tahun 2020,” imbuhnya.

Sementara itu, selama masa transisi PSBB Jakarta, beberapa rumah produksi telah melanjutkan produksi konten baru dengan protokol keamanan yang ketat, misalnya rumah produksi SCMA Sinemart dengan sinetron berjudul "Anak Band". 

Hal ini diharapkan dapat menggugah selera pengiklan untuk menempatkan iklan TV, terutama untuk iklan built-in ketika sinetron baru diproduksi. 

Di sisi lain, penghematan SCMA dalam biaya pemrograman yang banyak terhenti di Q2/2020 akan membantu margin dan biaya pemrograman baru sehingga tidak akan membebani keseluruhan margin pada tahun buku 2020.

Dari sisi pengiklan, Christine menilai banyak perusahaan percaya bahwa tingkat optimal pemasaran dan periklanan harus dilakukan secara digital karena target pasar lebih ditangkap. Selain itu, pengiklan juga bakal mencoba menjaga tingkat kerugian yang terjadi. 

“Karenanya, pengeluaran iklan TV besar-besaran sepertinya tidak mungkin. Meskipun demikian, kami berpikir bahwa hal tersebut bisa berbalik di paruh kedua 2020 dan tahun depan kemungkinan bakal terjadi pertumbuhan yang kuat,” imbuhnya. 

Christine memproyeksikan hingga akhir 2020 nanti SCMA dan MNCN setidaknya bakal membukukan pertumbuhan tipis, baik dari sisi top line maupun bottom line.

Dia menyematkan status overweight untuk sektor media dengan sejumlah pertimbangan seperti pertumbuhan lambat di Q2/2020 dan momentum pembukaan kembali ekonomi yang diharapkan jadi pemicu pendapatan. Selain itu ada potensi rebound di akhir tahun dan tahun 2021 mendatang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rivki Maulana
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper